Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Retoris

Dari awal aku memulai suatu "roman" yang bukan "picisan", aku selalu melakukannya dengan totalitas. Merasa cinta untuk pertama kalinya membuatku makin perfeksionis. Aku ingin cinta dan dicinta dengan sepenuhnya, melayani dan memahami dengan sepenuhnya, dan hidup bahagia selamanya. Aku memang keras dalam mencinta tapi hanya cara itu yang aku bisa. Dalam 11 bulan pernikahan, terkadang ada pertanyaan-pertanyaan retoris yang muncul. Bukan tidak perlu dijawab, tapi memang tidak bisa dijawab dengan pasti. Misalnya: Apakah dia sudah menjadi suami yang baik untukku? Apakah dia sudah memenuhi keinginanku? Apakah dia mencintaiku secara penuh tanpa berubah oleh waktu? Apakah dia selalu menjaga sikapnya sesuai yang aku sukai? Pertanyaan-pertanyaan macam ini kadang menyeruak di otak ketika sedang sendirian. Berlebihan memang, tapi benar adanya. Pertanyaan-pertanyaan itu mungkin bukan hanya untaian kata yang diakhiri tanda tanya, tapi merupakan perwujudan nafsu da

Pasangan Pejuang

Banyak dari kita niat menikah untuk memudahkan hidup. "Nikah ah, biar ada yang nganterin kemana-mana". "Nikah ah, biar ada yang bayarin facial". "Nikah ah, biar ada yang jagain kalo pergi malem". "Males kuliah, nikah ah". "Cari kerja gak dapet-dapet, nikah ah". Menikah seharusnya membuat hidup kita lebih mudah dan bahagia, kan? Siapa yang mau hidupnya tambah sengsara setelah menikah? Pasti tidak ada laaaah. Lalu setelah aku menikah, aku jadi tau sesuatu. Menurut kalian yang sudah menikah, apakah setelah "berdua" hidup kalian jadi mudah dan indah bak taman syurga? Untuk kasusku, jawabannya adalah iya! Banget! Banyak warna-warna baru yang dulu belum pernah aku tahu. Khususnya untuk kalian yang tidak pernah pacaran dan ganti-ganti pacar, pasti setuju. Maka saranku, bersabarlah. Menikah adalah kado terindah untuk orang-orang yang sabar menunggu dalam keyakinan pada Rabb-nya. Nah balik ke kasus tadi. Walaupun dir

Mencintai Semua Rasa

Nun jauh di ufuk timur, mentari datang menyapa. Berlarian ke barat perlahan lalu hilang di tengah temaram senja. Mungkin awalnya dia masih enggan. Ingin berlama-lama bergurau dengan makhluk bumi. Tapi dengan senyum indahnya, ia hilang juga. Hidup ini mirip demikian. Jika ingin "bertahan" maka berkawanlah dengan rasa. Manusia sejatinya kumpulan biomolekul yang punya banyak ingin, yang satu per satu disampaikan pada angin, banyak hajat yang tersurat pada Tuhannya. Tapi sungguh, keinginan hanyalah untuk orang-orang yang bersabar. Untuk yang mau menunggu. Karena di penantiannya muncul jutaan rasa di jiwa, juga tanya. Rasa itu bak kendaraan yang membersamai tiap langkah. Bisa membuat diri menjadi gagah, tapi bisa pula menyerang kita hingga kalah. Jadi pegang kemudinya. Jika kau rindu, hidupilah rindumu. Putarlah musik dan menarilah. Tunggulah kado terindah. Jika kau bahagia, teriakkan pada dunia rasa senangmu. Buat orang lain juga ceria. Jika kau terluka, menangis

Prague

Aku pernah pergi ke suatu tempat yang klasik. Namanya Praha. Atau Prague. Terdengar seperti "prah" saat orang-orang barat menyebutnya. Sejak itu, aku selalu berpikir : jika dirimu sedang galau, maka pergilah ke Praha! Di sana galaumu akan makin menjadi-jadi! Seketika kau akan jadi pujangga yang melahirkan ribuan karya. Semua itu karena kau tersihir keindahan kotanya.  Waktu itu, aku berhenti di pinggir pagar sebuah bendungan atau sungai, aku tak tahu. Dekat Charles Bridge. Masih jauh sebenarnya, tapi sudah terlihat kokohnya. Ingin 'ku berjalan ke sana. Tapi kau pasti tahu Prague is the city of tourists . Ramai. Sangat ramai. Apalagi di Hari Sabtu. Aku benci keramaian. Sudahlah, aku berhenti di sini saja . Lalu, sekilas 'ku perhatikan pagar di depanku. Banyak gembok bergantungan, bertuliskan dua nama yang saling cinta. Aku tersenyum dalam hati, ingin juga menggantungkan gembok. Ada nama yang sudah terselip di hati, akan kusandingkan dengan namaku di gemboknya nant

Ayunan Pedang

Di suatu malam yang dingin, aku dan mas berdiskusi tentang hidup. Suasana tiba-tiba hening tanpa melodi yang biasanya menyertai kelamnya Batu Kajang. Sejenak mas diam, l alu menggenggam jemari tanganku erat dan berkata : "Mas mau dek ima tetap menulis, dengan positif, lebih banyak sharing yang baik-baik. Mungkin ada orang yang termotivasi dengan tulisan dek ima." "Beberapa orang memiliki kesempatan mengayunkan pedang yang tidak dimiliki orang lain. Maka hendaknya mereka lebih bijak ke mana akan mengarahkan pedangnya", lanjutnya. Aku pun merenung dan berpikir. Khususnya kalimat-kalimatnya yang terakhir. Benar juga ya. Apapun peran dan kesempatan yang kita punya, lisan yang tiap hari bicara, hati yang merasa, sikap yang bisa ditata serta tulisan kita di pasar-pasar maya, sebaiknya "diayunkan" dengan sepatutnya dan membawa dampak baik bagi diri sendiri, orang-orang dan ekosistem sekitarnya. Kita bertanggung jawab atas apa yang bisa kita lakukan. Y

Boncengan Pertama Kali

Dari SD sampai lulus kuliah dan bekerja, aku belum pernah dibonceng oleh teman laki-laki (kecuali tukang ojek atau saudara meski non mahram). Entah kenapa ya tidak pernah. Padahal aku lebih suka dibonceng daripada naik motor sendiri hehe. Aku juga bukan perempuan yang super alim dan sholihah (semoga bisa sholihah aamiin). Biasa aja. Cuma aku memang jarang main dengan laki-laki. Kalaupun pernah, pasti ada perempuannya juga dan aku bisa boncengan sama yang perempuan. Dulu aku memang agak-agak kurang suka dengan boys haha. Sebagian yang aku kenal itu jarang berkontribusi banyak pas tugas kelompok. Belum lagi kalo ada yang emosian atau ganjen huhuhu. Dulu lho..dulu. Sekarang sih ya we need them, sometimes. Selama sekolah, pasti ada momen-momen di mana aku bingung, boncengan gak ya, gitu. Sebagian orang mengganggap boncengan itu biasa aja, tapi karena aku belum pernah jadi agak canggung memulainya. Waktu itu aku kelas 2 SMP, atau kelas 3 ya, aku lupa. SMP adalah momen-momen kita ud

Give Away

Senang rasanya lihat teman-teman yang selalu jadi pemenang give away. Bermodalkan kuota, jari, dan mention sana-sini bisa mendapatkan barang favorit dengan gratis. Seruuuu. Aku juga mauuu. Sebenarnya sudah beberapa kali aku ikut juga. Yang terakhir adalah give away internasional berhadiah buku karangan Carl Sagan *_*. Carl Sagan! Si ilmuwan astrofisika yang quotes nya sungguh menyentuh kalbuku. Aku pun berusaha sebisaku. 'Ku mention teman-temanku, nyepam, dan me-like semua foto di akun penyelenggaranya. Namun, tetap saja aku belum beruntung. Mungkin hal-hal macam itu memang bukan keahlianku. Aku kurang totalitas. Selain itu, masalahnya adalah akunku di-privat. Kebanyakan pemberi give away meminta akun pesertanya tidak dikunci, jadi bisa dicek postingannya. Aku belum berniat membuka akun karena masih ingin "women only". Aku pun curhat ke si diary. "Mas, ima mau ikut give away, soalnya bla bla bla bla...." "Hadiahnya apa sih dek? Dek ima pengen barangny

Buku Manusia

Manusia adalah buku kehidupan yang mengembara dalam takdirnya. Di dalamnya banyak memorabilia yang terajut di denyut waktu. Di halaman demi halaman ada babad yang tersurat, ada amsal yang memberi berkat, ada kisah yang tak bisa diralat. Satu plot dapat mengoyak kisahnya. Berwindu bahkan satu detik pun bisa membuat dunianya berbeda. Namun, satu ikatan dengan tokoh lainnya bisa membuat perbedaannya nyata.  Jika orang-orang adalah buku maka pasti ada satu yang paling koyak. Dialah yang paling sering kau baca, yang kau bawa kala fajar dan temaram senja. Dia yang paling setia, menemanimu tanpa putus asa. Dia yang paling seru, tanpa jemu, dan ragu. Aku pun punya. Setiap hari aku buka, tapi tak selalu paham. Sungguh sayang, membacanya bukan bakatku. Mempelajari hal yang baru tak semudah main gundu. Namun, tentu akan terus kulakukan. Alasannya tak ada, cuma karena aku mau dan rela. Dunia adalah sajak tanpa rima. Bersamanya aku jadi punya renjana dan malam pun terasa biru udara. Ah, kasihk

Bekal Makan Siang

Setiap hari aku membawakan bekal makan siang untuk pak suami. Setiap sore juga aku lihat kotak bekalnya kosong dan sudah dicuci. "Habis", katanya. Aku tidak apa-apa mas jajan dan makan di kantin kantor, tapi membawakannya bekal membuatku lebih tenang. Alasannya karena makanannya jelas. Selain itu, kubedakan menunya setiap hari. Itu saja. Aku belum pernah melihat mas makan bekal dariku. Tapi siang ini, kami video call. Mas sedang istirahat dan makan bekal dariku berwadahkan tupperware merah. Entah kenapa ya hati ini terharu. Terharunya kenapa ya. Aku juga tidak tahu. Aku cuma melihatnya duduk bersila lalu menyuapkan makanan ke mulutnya. Lahapnya dia malah membuatku berkecamuk. Semua orang tahu aku bukan jago masak. Bisa, tapi baru belajar awal-awal. Jika keahlian memasak ada 5 level. Mungkin aku baru di level "muqodimah". Alhamdulillah alladzi bi ni’matihi tatimmus shalihat. Selama ini, mas tidak pernah protes aku bawakan bekal. Selama ini mas tidak pernah kom

Bungkusan Hati

Syahdan, ada seorang yang pembawaannya kasar dan galak. Pak dosenku, orang batak. Beliau suka marah-marah jika saat kuliah siswanya ribut. Beliau bilang punya sakit darah tinggi makanya tidak mau dengar kita berisik. Bisa pusing. Eh tapi beliau juga yang sering cerita bangga istrinya cantik dan dulu dia kejar-kejar terus nekat melamar meski sadar beliau lebih tidak punya apa-apa dibanding rivalnya. Beliau juga yang bilang tidak mau anak gadisnya sekolah jauh. Beliau juga yang pernah nangis terharu. Ada lagi kenalanku di kota lain. Hidupnya di kota orang-orang lembut, yang bicaranya pelan-pelan, hampir gak dengar. Dia juga lembut sekali kalau bicara, lembut sekali ketika berjalan, bergerak, dan 'ku bilang sih cukup ramah. Tapi pernah, dia cerita sesuatu tapi salah kemudian dikoreksi teman-temannya. Dia menggeleng tidak percaya. Dia cuma tersenyum, tidak marah. Dia tertawa sesekali tapi tidak pernah menerima masukan dari yang lain, dipikir pun tidak. Dia bilang bahwa di hatinya

Urusi Saja Urusanmu

Jangan terpancing judulnya ya hahaha. Baca dulu isinya. Insya Allah blog ini menjadi sarana sharing (karena banyak feedback positif dari teman-teman maka saya termotivasi untuk  terus menulis), curhat yang bisa diambil hikmahnya, bahan renungan dan juga pengingat untuk saya sendiri. Jadi, marilah kita mulai. Sejak sosmed jadi santapan sehari-hari, ada hobi baru yang saya lakukan jika melihat sebuah postingan, apa itu? Membaca komentar-komentar (komen) dari internet citizen (netizen). Netizen dari Indonesia sungguh kelewat kreatif, bisa menyuguhkan komentar yang sangat menarik, lucu, dan kadang provokatif. Saya sampai terbahak-bahak jika membaca komentar para netizen yang budiman itu. Namun, adakalanya saya sangat prihatin karena selain lucu-lucuan, hujat-menghujat pun jadi lebih mudah. Seringkali netizen-netizen itulah yang berkelahi di kolom komentar seorang selebgram, padahal yang memposting sama sekali tak menggubris. Apalagi sering kita dapati kalimat-kalimat di bawah ini :

Nasihat

Dulu aku tinggal di Sumatera bersama sebuah keluarga kecil. Sekarang juga kadang-kadang masih. Di sana aku diajarkan makna menasihati. Menasihati dengan santun itu bukan memarahi. Itu tanda cinta. Dengan begitu yang salah sebaiknya minta maaf, harus memperbaiki diri agar lebih baik. Yang benar tak boleh jumawa, tak boleh merasa dibela atau lebih disayang. Seperti itulah yang ditanamkan agar benih-benih keharmonisan muncul.  Bagiku, kasih sayang adalah ketika mau menasihati seseorang agar jelek yang sedikit jadi hilang dan kita jadi sempurna kebaikannya . Ihirrr. So sweet sekali.  Dulu aku meyakini bahwa semua orang bisa duduk dan bicara. Semua manusia bisa saling menasihati dan diskusi. Itu kan yang membedakan kita dengan makhluk lainnya. Kita punya akal. Jadi semua hal dan ketidakteraturan pasti bisa diatasi. Namun, ternyata tidak juga. Nasihat hanya mampu diterima oleh "gelas kosong" yaitu manusia yang merasa "fakir ilmu" dan ingin dipenuhi dengan untaia

Rencana Manusia vs Tuhan

Dua tahun yang lalu, di siang hari, saya sedang melakukan "kerja ikhlas" plus pamitan sama ibu-ibu bidan tersayang. Kerja ikhlas di sini bukan ga digaji, tapi karena saya sudah mengajukan resignation dan harus tetap bekerja dengan "hati ikhlas" hingga tanggal "break up" tiba 😣 Saya orang yang terencana dan suka berencana. Saat mulai bergabung di perusahaan milik Switzerland tsb saya berencana stay, berusaha sebisa mungkin dari junior supervisor menjadi senior, terus menaikkan jenjang karir. Tapi ternyata tidak. Training saja ga selesai dan semua itu saya sendiri yang menghentikan. Setahun kemudian saya belajar banyak. Belajar bahwa kekuatan terbesar adalah dari diri sendiri dengan mengisi lima panca indera dengan positivitas. Namun yang harus lebih diyakini adalah ada kekuatan lain yang melingkupi kita. Yang tak terlihat, seperti ikatan kovalen antar atom, namun lebih dahsyat lagi yaitu Qodarullah. Jika Dia sudah berkehendak maka tidak akan ada yang bis

Romantisme (Ekspektasi vs Realita)

Aku penikmat film pendek, film yang satu episode langsung habis. Kalau drama, buatku bener-bener time-consuming (karena aku selalu tidak sabaran liat lanjutannya hehe). Aku suka sekali nonton horror karena langsung bisa mengubah "suasana hati apapun" menjadi takut dan tegang. Yah, meski sering tidur di tengah cerita, tidak berani nonton sendiri dan kadang dilarang mas karena paranoid, sebenarnya horor masih jadi favoritku -,-. Besok pengen nonton horor ah di kosan.  Eh tapi dulu waktu umurku belasan dan belum punya KTP, aku suka sekali lihat film bernuasa roman. Indah gitu rasanya. Setelah itu, biasanya "wawasanku" jadi bertambah. "Wah besok pengen nikahannya outdoor di bukit". "Besok pengen dilamar pas ujan-ujan pake cincin berlian yang besar". Pernah lagi, aku liat film yang laki-lakinya jago main gitar atau piano. "Wah, pengen cari suami yang pinter musik". Kalau mungkin kayak Lalala Land. Apalagi kalo abis liat film kore

Semangat Bekerja

Pagi ini terasa lain. Jam masih menunjukkan pukul 7. Tapi aku sudah mandi, sudah makan dan beres-beres. Ya, suamiku berangkat kerja lebih awal. Sungguh, ditinggal lebih awal itu tidak mudah jika tidak biasa wkwk. Hari ini ada puncak acara perayaan Hari Lingkungan Hidup. Alhamdulillah, setelah sekian hari pak suami berangkat fajar pulang petang menyiapkan acara ini, hari ini semua akan usai dan normal lagi. Rasanya tidak tega melihat pak suami pulang berlelah-lelah. "Abis angkat-angkat", katanya singkat kemarin sore. "Gimana mas, ada berita apa di kantor?". "Ya begitulah sayang". Aku jadi gemas, kalau lelah pak suami jadi sedikit bicara wkwk.  Kerugian untukku juga karena lelah membuatnya mengantuk. Momen cerita-cerita sepulang kerja yang aku suka jadi hilang. Jadilah aku cuma diam di karpet mewarnai jurnal aktivitasku seorang diri. Aaaaa. Tapi sabarlah wahai ibu-ibu. Sesungguhnya semua itu untuk kita, demi menafkahi kita, bukankah begitu? Maka bersyukurla

Setelah Dua Puluh Satu Hari

Setelah 21 hari penuh dengan kerinduan, akhirnya aku dan suami bertemu lagi. Entah kenapa pertemuan ini seperti sinetron. Pesawatku delay selama 3.5 jam dan suamiku pun harus menunggu di bandara. Kesal sekali rasanya. Apalagi aku mendapatkan roti dari maskapai penerbangan sebagai kompensasi keterlambatan pesawat. Sungguh roti tidak bisa menggantikan waktu bertemu dua insan yang saling rindu.  Sesampainya di Sepinggan, segera aku ambil koperku dan menuju exit door. Hati ini rasanya deg-deg-an. Persis juga dengan apa yang suamiku bilang lewat pesan singkat, dia juga merasakannya. Aku pun berjalan sambil senyum-senyum dan tiba-tiba ada lelaki menghampiriku. Berkemeja biru muda, seperti warna jilbab yang kupakai. Ah, suamiku! Bandara terasa kosong hanya ada kita berdua. Setelah sekian lama tidak bertemu, rasanya sangat canggung. Persis seperti orang pacaran, bedanya adalah tentu yang ini berpahala. Lima detik dia menatapku sambil tersenyum. Aku pun masih tersipu dalam hati, hanya b

Pantai Kita

Kita suka pantai, yang tak ramai. Bahkan kita punya "pantai pribadi". Sebenarnya aku yang suka. Kau suka gunung. Semasa remaja kau suka muncak. Kau pernah bilang, setelah menikah ingin satu kali mengajakku naik gunung yang tinggi.  "Semua aku yang bawa atau sewa porter, kau bawa diri saja".  Tapi aku gak mau. Introvert seperti aku lebih suka mengurung diri di kamar dengan wifi.  "Naik helikopter saja, turunkan aku di puncak".  Balada gunung sudah terlupa, kisah pantai sekarang. Waktu itu sore-sore, naik motor berdua. Ke pantai. Tak ada niat sih, hanya jalan saja dan sampai kesana. Aku suka telanjang kaki injak-injak pasir lembut. Tapi aku tak mau berenang di lautnya. Terlalu banyak kandungan yang tak kuinginkan di air lepas itu. Sedangkan kau, kau menggendong tasku, melepas sepatumu, mendudukinya lalu memantauku. Melihat bajuku kotor kena pasir lalu lari-larian di pesisir, rupanya kau jadi candu. Kau juga jadi lari sambil menarik-narik tan

Cerita Satu Hari ini

Ada, suatu sore, seorang ibu memarahi anaknya yang mengadu karena dinakali oleh dengan anak lain. Anak itu tertunduk, menyesal mengadu. Besoknya anak itu tidak ikut bermain. Mengasingkan diri di pinggir playground. Ingin membalas temannya, tapi tidak ada kekuatan. Ada, suatu malam, seorang wanita mengadu kepada pasangannya karena dihina oleh orang lain. Pria itu malah kesal karena wanitanya berbicara panjang lebar. Semakin wanita itu mengadu, semakin pria itu bosan dan memarahi wanitanya. Sang wanita terdiam, tak berani lagi mengadu. Hari demi hari berusaha sembuh. Ada, suatu pagi, seorang siswa mengadu kepada gurunya karena dibully oleh teman-temannya. Gurunya acuh, ikut membully dia "sabarlah, mungkin kamu yang kurang sosialisasi". Murid itu sedih karena tambahan bullying yang menimpanya. Terkadang kita enggan berkorban "ikut bermasalah" dan malah meminta orang itu self-healing. Padahal menjadi tempat pengaduan merupakan simbol kepercayaan, kekuatan, d

Istri Curhat di Sosmed

Baca sampai habis ya. Suatu sore zaman dahulu kala, biasalah aku scroll-scroll status BBM. Aku punya teman yang hampir setiap hari membuat status curhatan, keluhan, marah, dan semua tentang masalah hidupnya di BBM. Malah kadang dia marah dengan anak balitanya pun dibikin status. "Suaminya gimana ya?", pikirku. Entah kenapa kalau sudah menikah segala sesuatu jadi diasosiakan ke suaminya. Walau mungkin isi statusnya bukan tentang suaminya. Terus sering sekali dia ngeluh lagi dan ngeluh lagi. Setiap lihat status dia eh lagi mengeluh. Karena kesal merasa dia itu "toxic person". Akhirnya aku delcon. Zaman status BBMku sudah berganti dengan instagram dan whatsapp story. Aku juga sering lihat ibu-ibu curhat lewat media itu. Kadang curhatannya gamblang tidak pakai kode-kode. Ada yang mengeluhkan gara-gara dihina sebagai ibu rumah tangga. Ada yang curhat capek dengan pekerjaan rumah. Atau ya cerita karena ditipu atau difitnah. Duh, aku berpikir lagi. Kok gitu ya, ke

Persiapan Menikah

Hal ini adalah yang paling terkenal tersering ditanyakan kepadaku. Apa ya hahaha Aku juga agak bingung. Tapi baiklah sekadar sharing saja. Ini versiku. Check this out! Aku gak punya persiapan khusus. Aku gak tau akan menikah secepat ini hehe. Suami melamar aku waktu aku lagi studi di Jerman. Aku tau mas mau ke rumah, mas bilang soalnya, tapi aku ga tau kalo bakal langsung fix! Tau-tau ibukku telp "Ma, yaudah nikah aja ya". Waduh aku jadi bingung kan. Akhirnya, bismillah deh. 1. Pertama yang ditetapkan adalah tanggal. Karena aku lagi di luar negeri, komunikasiku sama keluarga cuma by whatsapp hahaha. Urusan tanggal, keluarga mas menyerahkan sepenuhnya ke keluargaku. Jadilah keluarga besarku diskusi dan akhirnya diambil waktu 15 Maret untuk lamaran resmi dan 17 Maret untuk akad nikah. Kenapa diambil waktu yg berdekatan? Ada saudara yang akan menikah juga akhir Maret. Kemudian, untuk efisiensi waktu hehe. Rumah keluarga mas jauh sekali dari rumahku.  Jadi diambil jalan

Dari Borneo hingga Pulau Percha

Tiga bulan setelah pernikahan benar-benar memberi arti. Hidup ini rasanya sudah nyaman, enggan sekali beranjak. Tapi hidup selalu dinamis. Ada tanggung jawab yang harus diselesaikan. Ada hati-hati yang perlu dijaga. Ada banyak peran yang dimainkan satu manusia. Dunia bukan surga tempat menikmati kegembiraan. Dunia adalah tempat manusia bersusah payah. Meski kebersamaan dengan orang yang tepat membuatku merasakan surga setiap harinya. Salah satu ujian pernikahan adalah perpisahan sementara. Seperti hari ini. Aku yang lunglai hari ini. Dada ini rasanya gemuruh, seperti genderang mau perang, tapi rapuh seperti mau runtuh. Ini kali pertama aku bepergian seorang diri dengan status "istri". Entah kenapa terasa lain. Dulu aku seorang yang kuat, kesana kesini pergi sendiri. Aku wanita mandiri dan sering dipuji karena mobilitasnya tinggi. Setelah menikah banyak perubahan yang terjadi. Dulu aku tidak pernah tidur nyenyak saat bepergian karena takut dicopet. Setelah menikah, aku bi

Saling Memaafkan Setiap Hari

Tahun lalu di waktu hampir bersamaan saya mendapat cerita yang membuat saya lebih banyak berdoa. Ada pasangan yang baru menikah 6 bulan tapi tiba-tiba sang suami "pulang" lebih dulu. Kepulangannya pun tiba-tiba, yaitu saat mereka berdua tidur di penginapan saat pergi berlibur. Mengagetkan sekali. Pasti kepergiannya itu benar-benar cepat, tanpa persiapan, bahkan tanpa sempat mengucap selamat tinggal. Saya kemudian kepo di instagram sang istri dan entah kenapa saya jadi ikut merasakan yg sang istri rasakan. Ternyata mereka sudah saling mengenal sejak 2012, sudah seperti sahabat. Kemudian menikah di akhir tahun 2016. Saya jadi mikir gimana ya beratnya. Apalagi mereka tinggal di rumah sendiri, yang sekarang cuma ditempati sang istri. Saya jadi rutin mengecek instagram sang istri. Saya ingin tahu bagaimana cara sang istri bertahan dan menjalani harinya. Tapi akhinya saya stop. Lebih baik saya doakan saja daripada saya ikut terhanyut. Cerita lainnya saya dapatkan dari instagra

Selepas Kau Pergi

Selepas kau pergi Tinggallah di sini ku sendiri Ku merasakan sesuatu Yang telah hilang di dalam hidupku Itu penggalan lirik lagu dari grup band Laluna (bukan Lucinta Luna) yang semasa SMP sering ku dengarkan di angkot. Ini bukan tulisan ABG galau. Ini curhatan seorang ibu rumah tangga yang ditinggal suaminya bekerja. Setelah menikah, aku diboyong suamiku ke kota tempatnya bekerja. Kami benar-benar tinggal hanya berdua jauh dari orang tua. Kami makan berdua, tidur berdua, nonton tv berdua, jalan-jalan pun berdua. Alhamdulillah keceriaan selalu menyelimuti isi "rumah" kami. Usia kami yang seumuran ternyata ada baiknya. Meski di internet sering diprediksi rawan konflik, tapi ternyata bi'idznillah tidak juga, malah membuat seru-seruannya lebih nyambung karena kami hidup di era yang sama.  Di antara aktivitas setelah aku menikah, ada hal aneh yang kurasakan. Hari demi hari, jam 7.20 menjadi saat-saat yang berat. Mas harus berangkat kerja. Setelah berpamitan,

Tanda-tanda Jodoh

Dulu aku jarang sekali bahkan tidak pernah terlihat punya pasangan (calon a.ka. pacar). Sebelum menikah aku memang selalu "single fighter" dan nyaman sekali dengan kondisi tsb. Toh teman-teman dekatku pun gak pacaran. Jadi, ketika aku mulai menyebar undangan pernikahan, banyak yang terperanjat  : "Cepet banget" "Gimana bisa yakin untuk nikah?" "Gimana tau si dia jodohmu atau enggak?" Aku cuma senyum saja dan menjawab sebisaku. Sekarang, akan aku jabarkan. Mari kita mulai agak serius tapi santai :) Kawan, jodoh itu bukan cuma pasangan. Menurutku, jodoh adalah apapun yang kaitannya dengan pertemuan, rezeki, dan takdir. Misalnya kita ke pasar pengen banget beli suatu barang, eh tau-tau udah sold out padahal kemaren masih banyak. Mungkin barang itu memang belum "jodoh"nya kita. Semacam itu lah definisi jodoh versiku. Definisi ini juga semoga membuat kawula muda tidak terlalu baper ketika kata itu disebut :D Untuk kasus "

Senja di Satu Syawal

Waktu itu sore hari di 1 Syawal. Lebaran pertama kami dengan status baru. Kami tidak pulang pulang kampung dan berlebaran di rantau. Awalnya aku kira akan sepi, tapi ternyata tetangga pun jadi kerabat dan membuat lebaran ini sempurna. Setelah lelah makan dan berkeliling, kami duduk di kursi pinggir lapangan basket. Hampir 3 bulan pernikahan. Aku termenung, selama itu banyak hal yang terjadi, banyak hal yang berbeda dari diriku. Aku jadi senyum sendiri, kok bisa ya secepat ini. Untuk saudariku yang sudah menikah, bersyukurlah. Ingat, menikah itu pilihan. Siap menikah berarti siap menjadi orang yang berbeda dengan keikhlasan hati yang besar. Tapi Allah Maha Baik, banyak hal kecil diganjar pahala dan rahmat, bahkan menjanjikan kita bisa memilih masuk surga dari pintu mana saja. Teruntuk saudariku yang belum menikah, bersyukurlah juga. Great things take time. Bersyukurlah bahwa kalian masih punya kesempatan penuh untuk memperbaiki diri, naik kelas, dan memilih pasangan "t

Bulan Kedua (Plus Tips-Tips)

Bulan kedua ini bisa dikatakan agak menantang. Aku dan suamiku sudah mulai tahu apa yang kami suka dan tidak suka plus kebiasaan buruk masing-masing. Ada hal-hal yang tidak bisa aku terima. Aku sering mengungkit-ngungkit sesuatu yang aku kecewakan. Aku tidak bisa lupa. Toh, perempuan memang selalu ingat yang begituan kan? Hehehe. Mungkin banyak juga yang suamiku rasakan tapi dia tidak bilang. Dia banyak diam/tidur jika sedang kesal atau marah. Tapi itulah fasenya. Kini keaslian kami mulai keluar dan alhamdulillah memang tidak banyak berbeda dari apa yang kami kenal dulu. Tapi ada lagi dan lagi hal kecil yang membuat kami "tegang". Kami memang tidak pernah berkelahi, adu mulut kasar atau fisik. Tapi bagi penyuka humor seperti kami bedua, sedikit "cemberut" saja sudah jadi masalah hehe. Di sinilah perlunya saling belajar. Dan alhamdulillah di awal sebelum menikah, suamiku sering bilang "nanti kita sama-sama belajar". Aku dulu tidak begitu paham

Mendadak Ibu Negara (Baca : Pendamping Suami)

I never expect this too far! Setelah menikah, memang banyak hal yang I didn't expect before. Aku ga tau sih dulu mikirnya nikah itu kayak apa ya hahaha. Aku taunya nikah itu berat, tapi ternyata unik juga. Sebagai pecinta rumah (ahlul bait a.k.a orang rumahan haha), aku lebih seneng stay home during weekend ga kemana-mana dibandingkan nongkrong-nongkrong gaje. Aku prefer tidur cepet di tahun baru dibandingkan desak-desakan cuma buat ngitung : tigaaa, duaaa, satuuu, happy new year -_- Pun, kadang aku cari-cari alasan buat ga keluar rumah/kos kecuali kalo important. Termasuk selama aku di Jerman. Tapi aku bukannya ga suka main atau jalan-jalan. Aku sukaaaaaa! Tapi tergantung momennya, ke mana dan dengan siapa. Plus frekuensinya juga. Kalo setiap hari ya ga mau. Sebagai seorang yang sebenernya cenderung introvert (aku mati-matian cari cara menutupi ini dan bakal kelihatan kalo udah kenal akrab -_-), aku paling ga suka kumpul-kumpul rame bareng orang asing. Awkward moment gitu rasanya

Bulan Pertama

Menikah itu seni komunikasi. Menyatukan dua kepala sungguh ga mudah, apalagi belum kenal lama. Bahkan meski kau sudah merasa tau semuanya ternyata setelah menikah mesti ada yang beda.  Saat tinggal seatap, kita jadi lebih tau tentang pasangan kita. Seperti, aku baru tau kalo mas saif jago pake sumpit dan kita berdua sama-sama suka jokes retjeh :) Tapi ternyata ada juga yg kita kurang cocok. Misal, si mas suka kasih makan dan pelihara kucing kampung tapi aku ga berani pegang kucing. Kalo komunikasi ga lancar, mau bilang ga berani, mau diskusi ga bisa, ya bisa pusing dan marahan. Apalagi laki-laki itu makhluk cuek dan bukan dukun yg bisa tau semua jalan pikiran istrinya yang kayak labirin. Bisa tersesat :D Tapi selancar dan sebebas apapun kita komunikasi, ada beberapa hal yg harus difilter. Ada yang ga harus diomongkan, khususnya yg kita ga suka dan bukan hal yg prinsip. Di situ lah teori ikhlas diaplikasikan, padahal suliiit sekali. Perlu waktu dan pembiasaan diri. Si mas

Menikah itu..

Menikah itu seni komunikasi. Menyatukan dua kepala sungguh ga mudah, apalagi belum kenal lama. Bahkan meski kau sudah merasa tau semuanya ternyata setelah menikah mesti ada yang beda.  Saat tinggal seatap, kita jadi lebih tau tentang pasangan kita. Seperti, aku baru tau kalo mas saif jago pake sumpit dan kita berdua sama-sama suka jokes retjeh 😂 Tapi ternyata ada juga yg kita kurang cocok. Misal, si mas suka kasih makan dan pelihara kucing kampung tapi aku ga berani pegang kucing. Kalo komunikasi ga lancar, mau bilang ga berani, mau diskusi ga bisa, ya bisa pusing dan marahan. Apalagi laki-laki itu makhluk cuek dan bukan dukun yg bisa tau semua jalan pikiran istrinya yang kayak labirin. Bisa tersesat 😁 Tapi selancar dan sebebas apapun kita komunikasi, ada beberapa hal yg harus difilter. Ada yang ga harus diomongkan, khususnya yg kita ga suka dan bukan hal yg prinsip. Di situ lah teori ikhlas diaplikasikan, padahal suliiit sekali. Perlu waktu dan pembiasaan diri. Si m