Baca sampai habis ya.
Suatu sore zaman dahulu kala, biasalah aku scroll-scroll status BBM. Aku punya teman yang hampir setiap hari membuat status curhatan, keluhan, marah, dan semua tentang masalah hidupnya di BBM. Malah kadang dia marah dengan anak balitanya pun dibikin status. "Suaminya gimana ya?", pikirku. Entah kenapa kalau sudah menikah segala sesuatu jadi diasosiakan ke suaminya. Walau mungkin isi statusnya bukan tentang suaminya. Terus sering sekali dia ngeluh lagi dan ngeluh lagi. Setiap lihat status dia eh lagi mengeluh. Karena kesal merasa dia itu "toxic person". Akhirnya aku delcon.
Zaman status BBMku sudah berganti dengan instagram dan whatsapp story. Aku juga sering lihat ibu-ibu curhat lewat media itu. Kadang curhatannya gamblang tidak pakai kode-kode. Ada yang mengeluhkan gara-gara dihina sebagai ibu rumah tangga. Ada yang curhat capek dengan pekerjaan rumah. Atau ya cerita karena ditipu atau difitnah. Duh, aku berpikir lagi. Kok gitu ya, kenapa ga curhat aja sama suaminya.
Lambat laun aku pun jadi (calon) ibu-ibu. Aku jadi sering berkumpul dengan ibu-ibu kompleks, bertemu dengan teman-teman yang sudah menikah, ataupun yang sudah punya anak. Aku jadi mempelajari kehidupan mereka. Anggapanku bahwa "seseorang yang curhat di sosmed itu salah" ternyata tidak sepenuhnya benar.
Pertama, kita memang harus punya sikap tegas untuk diri kita sendiri tapi untuk kasus orang lain, tentu kita tidak boleh langsung menghakimi bahwa seseorang itu salah/benar.
Kedua, ternyata cara orang menanggapi suatu permasalahan itu berbeda-beda. Ada yang santai, ada yang cuek, ada yang kepikiran terus tanpa aksi, ada yang sengaja "dijadiin" biar rame, ada yang langsung sikat sampe tuntas, ada juga yang langsung kasih "counter attack" secara verbal. Ah banyak lah ya, satu orang pasti satu pemikiran.
Yang ketiga, pada dasarnya, silakan googling dan baca di website manapun, basically dan commonly perempuan itu ingin cerita kalo ada masalah dan pengen dibela. Tapi kadang ga ada wadah untuk itu. Kata beberapa temanku, suaminya terkadang tidak bisa mengakomodasi curhatan istrinya, cuma diiya-iyain bahkan kadang ngerasa itu sepele. Hey men, every problem is important for women. Sedangkan curhat ke orang tua yang sebenarnya bisa melegakan pun tak bisa karena takut jadi panjang. Akhirnya curhat di sosial media deh, yang temannya banyak tapi tidak semua saling kenal dengan baik. Bahkan ada juga yang memakai salah satu aplikasi android tempat curhat secara anonim.
Sebenarnya bukan cuma untuk yang sudah menikah, yang belum pun sama. Tapi, walaupun aku beberkan tiga alasan, sampai saat ini aku tidak sepenuhnya membenarkan jika kita banyak ngumbar negativity di sosmed. Tapi aku juga tidak menyalahkan jika itu natural habit atau kebutuhan teman-teman karena kadang aku pun terbesit untuk post sesuatu seperti itu. Masalah jika ditanggung sendiri oleh orang-orang tertentu bisa buat depresi, bahkan bunuh diri. Maka, it's your choice dan aku sangat menghargai itu. Aku tidak akan memutus persahabatan cuma karena hal itu, believe me hehehe.
Apakah aku tidak pernah dan tidak akan curhat di sosmed? Mungkin dulu pernah. Aku juga tidak ingat dengan detil. Dalam keadaan sadar tentu aku tidak perna mau. Tapi ketika ada masalah dan ingin begitu, biasanya aku rem karena aku punya tempat curhat yang paling rapat dan tidak ingin orang banyak "bertepuk tangan". Boleh kok saling mengingatkan jika suatu saat aku lupa semua yang aku tulis ini. Sesama wanita seharuskan menguatkan, kan? :)
Komentar