Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

Validasi Perasaan

Salah satu hal yang aku pertahankan dalam pernikahanku adalah keterbukaan. Aktivitas, finansial, relasi, dan lainnya yang berhubungan denganku selalu diketahui suamiku. Begitupun sebaliknya. Hal ini juga lah yang aku rasa membuat pernikahan kami kuat. Dan semoga akan terus begitu. Tapi di balik itu semua, sebenarnya ada satu hal yang jadi tanda tanya besar untukku. Hal ini baru aku sadari sejak anakku mulai tumbuh dengan berbagai keinginan dan asumsi. Kadang perasaan itu belum tersalurkan dengan baik (karena belum bisa bicara) sehingga emosinya memuncak dan rewel. Di usianya sekarang tentu hal itu masih terlihat menggemaskan. Tapi tentu kondisi itu tidak baik untuknya saat balita dan remaja. Kesehatan mental jarang dibicarakan karena seringkali terlihat 'lebay'. Padahal itulah aspek penting yang melingkupi kepribadian seorang manusia. Aku jadi berkaca pada diriku. Aku dibesarkan dengan lingkungan yang sangat terbuka masalah perasaan, baik itu emosi positif maupun negatif. Di aw

Appreciation Post

Bulan ini jadi puncak sok sibukku di tahun 2021 untuk mengurus banyak hal. Alhasil, tenaga dan pikiran terkuras. Rasanya seperti lari marathon di jalan yang terjal.  Napas pun mulai tersengal-sengal. Banyak hal aku kesampingkan, demi bertempur di medan perang melawan banyak pasukan. Semuanya ingin menang. Tapi aku tidak maju sendiri. Amunisi untukku selalu diberikan oleh mereka tanpa pamrih.  Maka, tulisan ini aku tujukan untuk menggambarkan syukurku yang tiada habisnya.  Terima kasih untuk Allah swt yang selalu memberikanku kesempatan, kesehatan, dan hati yang penuh juga untuk kenikmatan yang tiada putus-putusnya :)  Terima kasih untuk orang tuaku, yang selalu bergantian menjaga Kautsar dari pagi hingga malam, mengerjakan pekerjaan domestik setiap harinya tanpa aku bantu, yang selalu mengurus keperluan Kautsar, yang selalu mendoakanku tanpa lelah.  Terima kasih untuk adik-adikku, yang selalu mau aku mintai tolong apapun. Setiap hari. Tanpa pernah marah dan menolak. Walau kadang sambil

Anak yang baik dan mengerti

Sejak di kandungan, Kautsar adalah bayi yang periang. Dia suka bergerak-gerak di rahim, menendang sana-sini dan nelemaskan otot-otot jemarinya. Saat usianya di kandungan masih kecil, dia hobi tidur sambil menghisap jempol. Foto-foto USGnya sangat lucu. Dia tidak pernah merepotkan ibunya. Sejak usia 13 minggu di kandungan, dia menguatkan tubuhku menerima semua makanan yang aku makan. Waktu itu abinya sakit cukup lama. Hampir dua minggu. Kautsar masih 4 bulan di perutku. Setiap hari aku mengajak Kautsar mengurus abi dan mendoakan agar segera sembuh. Juga mengerjakan pekerjaan rumah sebisaku. Dia selalu menurut dan tidak rewel. Dia mengerti, ummi abinya ada di rantau dan tak ada sanak saudara yang membantu. Maka Kautsar dengan senang hati mengikuti seluruh aktivitasku dengan semangat. Saat abi sudah sembuh, mulailah perjalanan kami ke Jogja-Solo-Magelang-Jogja-Lampung. Maafkan ummi nak. Waktu itu besar rasa khawatirku untuk membawanya dalam perjalanan sejauh dan selama itu. Apalagi Kautsa

Mimi dan Mintuna (Part 5)

Dia lelaki kurus, lebih tinggi kira-kira 12 cm dariku, dengan rambut gondrong dan kaos kebesarannya. Dia datang membawa semesta dan memberikannya padaku. Dia datang dengan tabir diri yang terbuka lebar. Dia tidak pandai janji-janji. Tidak ada kepastian bagaimana hidupku akan berjalan kelak. Aku bahkan ragu. Kadang hidup itu seperti jual-beli. Kalau aku melakukan ini, apa yang akan aku dapat?  Aku hanya ingin perbaikan yang signifikan. Itu saja. Dalam semua aspek. Juga dalam kehidupan spiritual. Mungkin harusnya ini yang utama. Aku ingin punya keturunan yang segala sikapnya menunjukkan takut pada Tuhan--takut mengecewakan-Nya dan takut melanggar larangan-Nya. Maka, aku harus cari kawan untuk berbenah. Aku sadar, aku tidaklah mumpuni dalam membangun generasi seorang diri. Aku butuh teman belajar, memadu rasa untuk terus introspeksi. Sahabat yang tidak menghakimi, sahabat yang selalu mengerti dan menasihati. Saat itu aku merasa dia lah orangnya, bisa jadi. Dia menawarkan dunia baru untukk

Mimi dan Mintuna (Part 4)

Aku tidak pernah percaya pada cinta pada pandangan pertama, kecuali saat melihat Kautsar. Tidak juga pada witing tresna jalaran saka kulina. Karena seharusnya 'memulai sebuah perasaan' haruslah penuh perjuangan dan tanggung jawab. Bukan dengan nekat dan terbuai emosi remaja. Maka, tak masalah bagiku untuk 'menyendiri' meski sudah bekerja dan mandiri. Aku menikmati hari-hari dengan teman-teman yang baik, keluarga yang lengkap dan nasi hangat di pagi hari. Apa lagi yang kurang?  "Sebenarnya saya ada niat baik melamar sampean". Tiba-tiba aku teringat sebuah pesan BBM. Waktu itu, aku sangat kaget membaca pesan yang jujur dan berani itu. Tapi tentu aku menolak seperti biasanya. Kamu siapa. Aku siapa. Kamu siapa. Begitulah, seperti kata lagu. Kami tak saling kenal secara mendalam. Dan menikah, ah, belum terpikir di benakku untuk melepas masa lajangku yang sangat berharga. Tapi, kecemasanku terelakkan dengan pesan lanjutannya. "Tapi lupain aja" . Baiklah.

Mimi dan Mintuna (Part 3)

Tiap jam empat Subuh, anakku bangun dari tidurnya dengan sigap. Dia mendekatiku, memukulkan tangan kecilnya ke wajahku. Tak butuh waktu lama, dia terus menekan-nekan perutku untuk membantunya berdiri. Aku selalu terbangun dengan pemandangan yang natural ini. Anakku sungguh gagah berani, dia terus mencoba untuk bisa berdiri di usianya yang baru 6 bulan. Kemungkinan jatuh, memar, dan semua kengerian yang kutakutkan seperti tak ada di benaknya. Dia hanya melakukan apa yang dia inginkan, risikonya akan dipikirkan nanti. Sikapnya itu mengingatkanku pada diriku sendiri kala itu. Tak terasa waktu liburan telah usai. Sejuta tangis ingin ku semburkan beriringan dengan kepergianku. Tapi buat apa? Bukankah ada kehidupan yang lebih besar di rantau? Bukankah banyak harapan baik? Maka aku mengesampingkan perasaanku seperti biasanya dan terus bersiap untuk kembali ke asrama. Mamak menyiapkan banyak bekal juga oleh-oleh. "Ma, ini untuk Bude di Semarang, ini untuk mbah di Boyolali, ini untuk ustad

Kautsar, Nikmat yang Terus-Menerus

Usia anakku sudah enam bulan :) Di usia ini, Kautsar sudah bisa merangkak, sudah ngoceh macam-macam dan pintar merambat untuk belajar berdiri. Suatu kenikmatan yang tidak pernah aku duga. Sedari dulu aku meyakini bahwa perkembangan anak itu berbeda-beda. Asalkan sesuai dengan rentang milestone-nya maka tidak masalah. Tapi perkembangan motorik Kautsar di usia enam bulan ini sudah sangat luar biasa. Terima kasih anakku. Sejak hamil, Kautsar adalah pemberian Allah yang menakjubkan. Kenikmatan selama hamil hingga melahirkan benar-benar kurasakan. Ternyata tidak sampai di situ. Sampai sekarang pun, sungguh Kautsar adalah anak yang menyenangkan. Dia anak yang periang, tidak mudah menangis bahkan saat merasakan sakit. Kautsar juga hobi main dan mudah tertawa pada orang-orang yang dia kenal. Sejak mulai mpasi, dia makan begitu lahap. Makanan homemade ataupun instan fortifikasi selalu habis dimakannya. Dia juga tenang duduk di kursi makannya. Sungguh dari dulu, dia tidak pernah merepotkan ibuny

Sebulan Sekali

Sejak Kautsar lahir, foto bersama hanya tercipta sebulan sekali. Ketika mas datang menjenguk kami, hidup ini rasanya seperti mimpi. Kita tertawa bersama, tanpa beban. Menikmati hari, bergandengan tangan, melihat tumbuh kembang buah hati. Juga melepas rindu remaja di balik raga yang telah menjelma jadi orang tua. Tapi saat waktu memaksa usai, semua berbeda. Kita pulang ke rutinitas masing-masing. Aku tak tahu pasti apa yang sedang kau lakukan hari ini. Tak jarang pula kau lupa mengabariku tentang sesuatu. Hanya secuil waktu lah yang terus kita usahakan untuk saling berkabar. Bukan menyengaja untuk melupa. Tapi memang jarak ini tak bisa dilipat agar kita makin dekat.  Maka tulisan ini kubuat untukmu, untuk mengatakan bahwa aku mengingatmu di tiap sore saat Kautsar bermain air di bak biru kesayangannya. Aku mengingatmu sembari melihat buih deterjen yang berputar-putar di mesin cuci lama milik mamak. Aku memikirkanmu sambil mengaduk secangkir kopi yang membuatnya cepat dingin. Mungkin kau

Mimi dan Mintuna (Part 2)

Mimi, disebut juga belangkas, adalah hewan purba yang telah ada di dunia sejak ratusan tahun yang lalu. Mereka hidup di perairan dangkal dan pantai mangrove. Kelangkaannya membuat petinggi lingkungan hidup negara kita menciptakan aturan untuk melindunginya. Dalam peribahasa Jawa, mimi lan mintuno artinya cinta sejati. Mimi sering ditemukan berpasangan dan termasuk hewan monogami. Mimi-mintuna disebut-sebut sebagai gambaran kelanggengan pasangan suami istri. Gambaran mimi dan mintuna sangat berkesan untukku. Tapi, dengan siapa aku menikah dan apakah akan bahagia seperti mimi dan mintuna, tidak pernah terbesit di pikiranku 13 tahun yang lalu. Aku hanya berdoa agar diberikan kesehatan dan kelancaran pada studiku di madrasah aliyah. Banyak pengorbanan yang tercipta selama aku pergi. Aku tidak terlahir dari keluarga patriarki kolot sehingga bisa bersekolah sedemikian jauhnya. Orang tuaku memang bukan berprofesi di bidang pendidikan namun mereka berpikiran terbuka. Aku mungkin tidak disekol

Mimi dan Mintuna (Part 1)

Pagi ini dimulai dengan pikiran yang menumpuk. Tugas A, B, C, dan D seakan berdebat untuk menentukan mana dulu yang harus dikerjakan. Tapi dalam kesibukan ini, aku berhenti sejenak. Tentu tidak salah memikirkan sesuatu yang aku suka. Suamiku. Sesaat aku teringat perkataan adikku (adik ipar), "Mbak, kenapa mau sama kakak?" Yang entah berapa kali dia tanyakan. Juga perkataan indung (nenek suamiku) 3 tahun silam, "Kok kamu mau, kamu kan putih". Diriku merasa geli dan selalu tertawa dengan pertanyaan semacam itu. Emang kenapa ya wkwk. Ada apa dengan mas sehingga keluarganya pun seakan ragu jika sampai hari ini kami telah berhasil hidup bersama. Aku tidak pernah benar-benar menjawab pertanyaan itu. Tapi kini pikiranku melayang ke belasan tahun lalu saat pertama kali aku bertemu dengannya. Jadi, kenapa ya aku mau menikah dengan mas? Aku besar dan lahir di ujung bawah Pulau Sumatra. Aku bukanlah suku asli daerah ini tapi kakek nenekku sudah bertransmigrasi ke sini sejak ta

Terapi Memaafkan

Memaafkan itu berat. Kadang pihak yang masih "sakit hati" dianggap kurang ikhlas, kurang bisa menerima, dan membesar-besarkan masalah. Padahal menghilangkan perasaan itu sungguh sulit. Misalnya perasaan cinta, kita bisa menyembunyikannya kapan saja. Tapi bisakah kau musnahkan begitu saja? Apalagi melihat senyumnya yg mengembang dan bulu matanya yang lentik. Perasaan cinta itu bahkan akan meningkat hari demi hari. Begitu pun dengan sakit hati. Meski orang yang menyakiti mungkin sudah lupa, tapi kata-katanya makin menghujam. Rasanya makin membekas. Bertahun-tahun belajar melupakannya, mengikhlaskannya, tapi saat santai pun kadang ucapan-ucapannya terbesit bak diteriakkan di depan mata. Persis seperti sedang jatuh cinta. Tanpa sadar mengingatnya sambil tersenyum meski telah berusaha melupakannya. Lambat laun mungkin berhasil, tapi tak lama ucapan lain yang tak mengenakkan muncul lagi dari dirinya. Bisa jadi lebih banyak, lebih dalam. Kadang tak tahu harus cerita kepada siapa lag

Fase Kami Bertumbuh

Tidak terasa, bayi kecilku sudah berusia 5 bulan. Ada perasaan senang sekaligus sedih yang setiap saat muncul untuk menggoda. Dulu dia begitu kecil dan tak berdaya. Dia membutuhkanku di setiap waktu. Hari demi hari, kekuatannya perlahan mulai muncul. Bukan hanya gerakan kecil pada tangan dan kepalanya seperti dulu. Kini, tingkahnya yang aktif sering membuatku kewalahan. Dia selalu ingin mengangkat badannya, meraih kaki dan sangat menyukai ketinggian. Anakku sudah bertumbuh. Sayangnya, tiap detik progres Kautsar tidak dapat kami (aku dan suami) nikmati berdua karena jarak. Bukan pertama kali kami berada di zona waktu yang berbeda. Namun, LDR sementara ini terasa berbeda sejak Kautsar lahir. Kerinduan yang biasanya menggebu kini sedikit terpadamkan oleh senyum Kautsar. Tapi rasa itu tidak pernah hilang, hanya bersembunyi di balik kesibukan yang menyeruak di tiap pagi petangku.  Setelah 4 bulan penuh video call, mas bisa pulang untuk bertemu kami lagi. Kulihat dia dengan kacamata yang ber

Months are short

Sore ini aku nangis sesenggukan di kamar mandi sambil gosok gigi. Padahal tadi siang lagi seneng-senengnya nyicil perlengkapan MPASI buat Kautsar. Tapi sebenernya itu juga yang tiba-tiba bikin aku sedih. Aku inget dulu waktu Kautsar baru lahir. Badannya kecil, kulitnya lunak, aku sampe takut mau nggendong. Aku belum lancar juga nyusuinnya huhuhu. Aku belum bisa mandiin. Tiap Kautsar nangis, ada rasa takut kalo aku gak bisa nenangin dia. Dan jujur waktu itu emang belum bisa. Di tiap waktuku, aku selalu berdoa, agar kelak dekapanku bisa memberikan kehangatan juga ketenangan.  Tapi hari demi hari berlalu. Usahaku belum juga berhasil. Awal-awal lahir, Kautsar masih sering bobok. Aku seneng. Meski susah sih banguninnya buat mimik, tapi aku masih ngeri kalo Kautsar bangun tidur trus nangis. Suaranya keras melengking bikin pusing. Waktu itu Kautsar juga belum bisa dbf (direct breastfeeding). Jadi aku rutin jadi mama eping. Kadang aku sedih, kenapa anakku kalo nangis malah bisa tenang dengan d

Masa Depan Anakku

Sudah lima hari, Kautsar bikin bingung satu rumah. Tiap malam dia rewel. Saat ngantuk dia terus merengek-rengek. Puncaknya dia menangis jerit-jerit sambil 'kelejetan'. Kelejetan itu apa ya, seperti meronta-ronta. Padahal dia gak kembung, udah kenyang nyusu, popok dan bajunya juga udah diganti. Matanya sudah menunjukkan ngantuk tapi dia gak mau tidur. Waktu sudah tidur pun, Kautsar tetap mau di gendongan. Tiap ditaruh di kasur dia langsung bangun. Paling lama bertahan 15 menit. Sambil gendong Kautsar, aku berpikir. Abu Hurairah, Imam Syafii, bahkan Nabi Muhammad pernah melewati masa bayi. Beliau-beliau yang luar biasa itu pasti pernah menjadi bayi kecil yang tak berdaya. Tapi masa mengubah mereka menjadi orang yang berguna.  Mungkin, suara melengkingnya Kautsar menyiratkan dia besok jadi muadzin yang handal. Susah tidurnya karena besok dia paling gencar memikirkan solusi permasalahan umat. Badan aktifnya menunjukkan betapa sehat fisiknya. Mudah terbangun dari tidurnya pun menand

Menikmati tangisan anakku

Aku hampir selalu memandangi Kautsar saat tidur. Mata, hidung, mulut dan pipi yang kecil terangkum sempurna di wajahnya yang juga kecil. Menggemaskan. Aku menyukai tatapan matanya, juga celotehan dari bibirnya yang seperti tanpa makna. Aku suka melihat senyumnya yang spontan tanpa tujuan. Tapi tangisan Kautsar sangat lantang seperti hendak membelah lautan. Tiap suara itu hadir, kengerian terkadang menyeruak di benakku. Bukan tak suka, aku takut tak bisa membuatnya tenang. Jika aku tahu apa yang dia minta, pasti akan aku kabulkan. Tapi aku tersadar. Tangisnya adalah komunikasi yang utama. Jika orang terdahulu menciptakan kode dan sandi untuk saling mengerti, maka bayi pun menangis untuk dimengerti.  Kautsar boleh menangis sepuasnya. Sebelum dia sembunyikan tangis dari ibunya karena malu. Sebelum air mata jadi olok-olokan simbol kelemahan kaum patriarki saat dia dewasa kelak. Mungkin saat itu, aku bahkan tak tahu kapan dia sedih ataupun kecewa karena dia merasa kuat. Jadi, Kautsar, menan

Kautsar, Nikmat yang Berlimpah

Memasuki usia kandungan 9 bulan, makin banyak pula persiapan yang aku lakukan. Tas melahirkan sudah siap dengan rapi, pakaian bayi sudah bersih dan wangi, tidak lupa juga aku menyiapkan fisik dan mental. Persiapan yang terakhir itu yang sering terlupa. Walau aku merasa sudah menyiapkannya tapi tetap saja, tidak ada yang tahu kan apa yang terjadi di kemudian hari. Mulai 36 minggu, aku semakin giat berolah raga. Banyak temanku yang melahirkan di usia kandungan (uk) 37 hingga 39 minggu. Kebanyakan di uk 38 minggu, karena sudah cukup bulan dan waktunya pas. Aku juga berharap demikian. Untuk itu aku tetap rajin mengikuti prenatal gentle yoga, aquatic yoga, berjemur setiap lagi, squat dan olah raga ringan lainnya. Seminggu berlalu, belum ada tanda-tanda melahirkan. Tak apa, masih ada beberapa minggu ke depan, toh HPL ku juga masih lama. 37 minggu pun terlewati sedikit demi sedikit, alhamdulillah posisi bayiku sudah mulai optimal untuk melahirkan normal. Makin gencar aku berolah raga, membaca

Kautsar, Kenikmatan yang Cemerlang

Hampir empat jam aku berada di ruang transit. Infus dan kateter masih terpasang dengan baik di tubuhku. Tidak lama, dua orang berpakaian hijau menghampiriku. "Mbak husna ya? Oh ini yang terakhir". Rasa gugup kembali menyeruak seperti menit-menit yang lalu tapi kali ini lebih kuat. Bagaimana tidak. Dari ruang transit ini, aku melihat para wanita hamil keluar masuk dengan tipikal yang sama. Masuk ke ruangan yang terang dengan berjalan tertatih-tatih, lalu keluar setengah sadar dengan dipan beroda. Ya Allah dan kali ini giliranku.  Aku masuk ke ruangan itu, yang tak akan aku lupakan. Aku diminta untuk naik ke sebuah ranjang. Lengan kiriku dihubungkan ke tensi meter, jari telunjuk tangan kananku dijepit dengan sebuah alat. Mungkin untuk mendeteksi sesuatu, aku tidak paham. Lalu suster menyuruhku duduk dan menyuntikkan sesuatu di tulang belakangku. Jarum suntiknya terasa besar dan kuat. Setelah percobaan ketiga barulah obat bius itu berhasil masuk ke tubuhku. Suster itu bilang na

14 Hari Menjadi Ummi

Hari ini, tepat dua minggu aku menjadi seorang ibu. Saat anakku lahir, hidupku berubah sangat drastis. Aku bukan hanya seorang anak, kakak, dan istri. Kini aku juga punya amanah besar yaitu bayi laki-laki yang mungil. Beratnya 2,8 kg saat lahir, yang kini sepertinya sudah bertambah ratusan gram. Entahlah pastinya, awal bulan depan akan kutimbang.  Awal-awal kelahirannya diselimuti oleh rasa kantukku dan suami. Hidup ini rasanya berantakan seperti kamar kami saat itu. Jam tidur kami seakan terenggut. Lelah batin dan lelah fisik tak terelakkan. Tapi tidak tahu sihir dari mana, tiap melihat anakku yang sehat dan lucu, hilang sudah semua gundah dan beban. Aku suka memandangi jari jemarinya yang kecil. Di pangkal jarinya ada pori-pori yang mirip dengan jariku. Kukunya yang mini masih terasa lunak. Wajahnya yang bersih semakin meneduhkan saat dia terlelap. Kulitnya sudah kencang. Lanugonya pun tak tampak. Ubun-ubun kepalanya sudah keras, mungkin karena aku rajin mengonsumsi kalsium. Aku takj

Akhir yang mengawali

Bulan lalu, mas nunjukkin surat pengunduran diri. Tertanggal 26 Januari. Waktu itu seluruh beban bertumpu di ujung pena yang siap menulis tanda tangan. Mungkin lebih berat dari jaman aku mau resign dulu. ⠀ Sudah jelas. Batu Kajang sungguh ceria, tidak sekeras namanya. Di balik polemik eksploitasi hasil bumi oleh segelintir pihak kuasa, sebenarnya masih banyak mereka yang bersama-sama bekerja, berkomitmen menghijaukan seperti semula, sekaligus memajukan ekonomi desa. Mungkin boleh kau tanya warga Bumi Daya Taka. Di sana rumah bersama kami yang pertama. Satu persatu alam dan seisinya menjadi obat dahaga sukma. Keramahan insan jadi pelipur duka rindu kampung, rindu mama. Terima kasih teman-teman yang selalu ada dalam 3 tahun yang sangat berharga. ⠀ Sifat dasar manusia selalu mengejar rasa nyaman. Memang kita tidak tahu pasti akan baik buruknya masa depan yang kita pilih. Tapi di musim mendung pun selalu ada harapan agar matahari terbit lebih hangat. Allah sudah memberikan apa yang telah k

Kakak mau dengerin ummi kan?

Tidak terasa, kehamilanku sudah masuk ke trisemester tiga. 29 minggu. Artinya, kira-kira 2 bulan lagi aku akan berjumpa dengan malaikat kecilku. Tidak terasa juga aku makin merasakan gerakannya di rahimku. Tendangannya, pukulannya, tiap gerak halus tubuhnya, seperti menyiratkan pesan yang harus kupahami. Aku jadi sering mengajaknya mengobrol dan bercerita. Aku berharap si kakak terus mendengarkan di dalam sana. Kadang kakak seperti merespon ceritaku dengan gerakannya menyundul perut. Setidaknya aku meyakini bahwa bahwa kakak mengerti apa yang aku ucapkan. Bayi pintar.  Kakak, besok mau kan dengerin cerita-cerita ummi? Jangan bosan-bosan ya kak. Maaf ummi kalau cerita sering keterusan dan jadi lama wkwk. Sekarang pun begitu. Karena kita sekarang berdua saja, Kautsar. Kita saling memiliki. Rasanya dunia yang besar ini hanya dipenuhi oleh kamu, kak. Tempat ummi berkasih sayang, tempat ummi berkeluh kesah tanpa ummi ucapkan. Kamu pasti mengerti ya kak bagaimana perasaan ummi setiap harinya

Menjadi Ibu

Kehamilan membuat perbedaan mendalam di diri seseorang dan pasangannya. Sekarang, tiap keputusan kami selalu didasari kesehatan dan kenyamanan kakak. Aku dan mas mutusin untuk nitipin aku dan kakak di rumah orang tuaku sampai lahiran. Aku dan suami harus LDR. Sedih rasanya berpisah lagi tapi  dengan berbagai pertimbangan yang sudah matang, bahkan overcooked, itulah yang terbaik. Setelah menjalani hari-hari di rumah orang tua, aku jadi lebih sering mengamati mamak. Aku jadi tahu gimana ya perasaan mamak punya anak perempuan yang dikandung, dilahirkan, dibesarkan lalu dinikahkan eh terus tinggalnya jauh. Dulu aku sering protes kalo sedikit-sedikit disuruh pulang, tapi sekarang ya wajar banget kayaknya. Apalagi ibu cenderung lebih sehati dengan anak perempuan. Kedatanganku di sini jadi obat banget untuk mamak. Belum lahir anakku, tapi mamak sudah ikut mengurus dia. Menyiapkan sayur dan buah untukku, nyetelin murrotal deket perutku, dan beliin baju-baju untuk bayi lucuku kelak. Meski di se