Langsung ke konten utama

Mimi dan Mintuna (Part 3)

Tiap jam empat Subuh, anakku bangun dari tidurnya dengan sigap. Dia mendekatiku, memukulkan tangan kecilnya ke wajahku. Tak butuh waktu lama, dia terus menekan-nekan perutku untuk membantunya berdiri. Aku selalu terbangun dengan pemandangan yang natural ini. Anakku sungguh gagah berani, dia terus mencoba untuk bisa berdiri di usianya yang baru 6 bulan. Kemungkinan jatuh, memar, dan semua kengerian yang kutakutkan seperti tak ada di benaknya. Dia hanya melakukan apa yang dia inginkan, risikonya akan dipikirkan nanti.

Sikapnya itu mengingatkanku pada diriku sendiri kala itu. Tak terasa waktu liburan telah usai. Sejuta tangis ingin ku semburkan beriringan dengan kepergianku. Tapi buat apa? Bukankah ada kehidupan yang lebih besar di rantau? Bukankah banyak harapan baik? Maka aku mengesampingkan perasaanku seperti biasanya dan terus bersiap untuk kembali ke asrama. Mamak menyiapkan banyak bekal juga oleh-oleh. "Ma, ini untuk Bude di Semarang, ini untuk mbah di Boyolali, ini untuk ustadzah. Terus ini untuk temen-temen asrama yang putri,  ini untuk yang putra", kata mamak sambil menunjuk-nunjuk bungkusan plastik makanan di dalam kardus. "Kalo bingung, itu udah mamak tulis di kardusnya", sambungnya lagi. Deg. Untuk temen-temen yang putra? Tiba-tiba aku teringat, Ipul, panggilan suamiku kala itu, meminta dibawakan oleh-oleh. Tapi buat apa aku benar-benar memberikan oleh-oleh. Gimana pulak aku ngasihnya. Masa bodoh, akan kupikirkan nanti.

Aku menaiki bus kesayanganku (yang tak ingin lagi kunaiki sekarang kecuali terpaksa) dari kota kelahiranku hingga ke Kota Semarang. Dari sana, aku pergi ke asrama, dengan bus hijau. Sesampainya di sana, kubagikan bawaan dari mamak untuk pembina asrama dan teman-temanku. Tiba-tiba, terpikirkan lagi "oleh-oleh yang menyulitkan itu". Mau aku kasihin atau aku makan aja ya hahaha. Plus minusnya banyak. Akhirnya, setelah hampir 1 jam berpikir, aku memutuskan untuk memberikannya pada Ipul. Suatu keputusan yang berani, karena ada risiko besar di situ : di-bully, dicie-cie, dikira macam-macam, dan tentunya tidak akan ada yang suka bertemu dengan mereka--beberapa lelaki tanggung luntang-lantung yang kelihatan berandalan. Tapi, ada pembelaan besar untuk hal itu. Biar bagaimana pun mereka juga temanku, kami satu program studi di sekolah dan aku juga tidak ada niatan lain selain mengantarkan oleh-oleh dari mamak sang dermawan. Selain itu, aku memberikannya bukan untuk satu orang, tapi untuk mereka semua se-asrama. Maka kupikir tidak ada salahnya. 

Sejurus kemudian, aku segera mengirim sms pada Ipul sebelum handphoneku kutitipkan ke pembina. 'Ku katakan aku membawa oleh-oleh untuk anak putra--mereka. Dan dia menjawab, "Aku tunggu di gerbang lokal timur ya, sehabis asar". Lokal timur adalah gedung sekolahku di sebelah timur, asrama putra pun ada di sana. Sungguh menyebalkan bukan? :) Harusnya dia yang datang ke asramaku atau lokasi lain yang lebih dekat denganku. Tapi yasudahlah, aku tidak punya waktu lagi untuk berdebat. Aku akan kesana. Lihat saja.  

Meskipun aku berani, aku tidak punya nyali besar untuk datang sendiri. Bukan takut untuk menemui mereka. Tapi rasanya enggan untuk mendapatkan fitnahan haha. Aku tidak tahu dengan siapa Ipul akan menunggu, bisa jadi sendirian. Maka, agar kami tidak ber-khalwat (asik, padahal depan gedung lokal timur sangat ramai), ku ajak temanku Iin yang waktu itu sekaligus menjabat ketua asrama kamarku. Iin menyanggupinya, aku sangat senang.

"Im, tapi nanti aku gak pake kacamata ya, jadi tolong aku dituntun"

"Oke, In"

Sehabis asar, kami berdua langsung berjalan pelan-pelan menuju ke 'sarang harimau'. Semakin dekat terlihat beberapa anak laki-laki duduk dan berdiri di depan gerbang. Semakin dekat lagi, terlihat mereka ada empat atau lima orang. Kulirik temanku, Iin. Dia terlihat santai. Maka aku pun ikut menjadi lebih percaya diri. Setiba di depan gerbang, Ipul menyodorkan tangannya sambil berkata, "Mana?". Kepalanya sedikit mendongak ke atas. Segera kuberikan bungkusan putih berisi jajanan itu. "Makasih", ucapnya. Aku mendengarnya sembari segera balik badan dan pergi. Tak berani aku menengok ke belakang. Kami berjalan terus hingga mendekati asrama kami. Kulihat Iin masih tetap santai, tak ada raut panik atau malu.

"In, kamu kok tadi tenang banget sih"

"Oh, tadi, kalo gak pake kacamata, mataku burem. Wajah-wajahnya gak jelas. Mereka cuma keliatan keliatan kayak pentol korek".

Sejak hari itu, kehidupanku berjalan normal. Aku berjibaku dengan medan perangku. Aku datang untuk menuntut ilmu. Vini, vidi, vici. Tapi aku tidak cukup percaya diri bisa bersanding nilai dengan teman-temanku. Apalah aku. Aku datang dari kota kecil di seberang Ibukota. Kualitas pendidikannya pun jauh dari Kota Solo. Jadi, aku berusaha lebih keras, lebih giat dan lebih banyak berdoa. Setidaknya hanya itu yang bisa aku lakukan.

Saat itu juga, entah dimana medan perang suamiku. Mungkin dia sibuk bermain di warnet, mengerjai pembina asrama, lompat pagar dan menggombali perempuan-perempuan asrama yang suka pria berkumis tipis. Mungkin. Semua tingkahnya pastilah khas remaja muda yang masih haus kebebasan duniawi--Dia tidak tahu sepuluh tahun kemudian, bahkan dia sering minta persetujuanku dulu saat melakukan sesuatu atau aku akan bertindak seperti petasan di Tahun Baru Cina--. Sejak itu pula, sungguh aku tidak banyak mengikuti kabar darinya  Beberapa kali aku tahu berita tentang mereka--penghuni asrama putra-- tapi hanya kudengar sambil lalu. Buat apa? Aku tidak ada sangkut pautnya. Aku juga tidak pandai bergosip.

Ngomong-ngomong, aku pernah sepakat dengan teman asramaku bahwa sebaiknya kami tidak menikah dengan pria kelas sebelah. Aku setuju. Aku tidak mudah percaya dengan laki-laki. Bahkan, aku pernah berpikir tidak ada laki-laki yang bisa diandalkan kecuali ayah kami sendiri. Kami para wanita, bisa hidup tanpa pria. Tapi tidak sebaliknya. Juga, aku meyakini pacaran dengan model apapun selalu merugikan wanita. Percayalah. Aku  pun bertahan jadi single sampai waktu yang aku tidak tahu kapan. Jika jodoh bisa dicari di Shopee, tentu filter yang aku terapkan sangat banyak. Tapi semakin lama, kesepakatan itu telah terlupa, tertutup debu usia dan usang oleh waktu.

Hari-hari berlalu, aku bertumbuh menjadi aku yang berbeda. Aku sudah lulus kuliah, sudah punya pekerjaan yang baik. Aku pun masih menjaga hubungan dengan teman-teman aliyahku (SMA). Termasuk dengan mas. Tak ada yang luar biasa, tak ada hal istimewa. Hanya dua orang yang bukan siapa-siapa. Tapi setahun berlalu, siapa menyangka, dia menjadi salah satu topik yang paling sering kuceritakan pada ibuku.

"Itu Ipul yang waktu itu kan?", mamak bertanya. "Kok bisa?", sambungnya.

"Iya ya kok bisa haha". 

Kisah dan fakta tentang Ipul yang tak mau kutahu dulu, kini menjadi misteri yang selalu kucari keberadaannya, juga kebenarannya. Tak terasa, rembulan mendengar semuanya malam itu. Dia memeluk cahayanya dan menanti jawaban Tuhan: apakah sinarnya akan dinikmati oleh dua insan dengan binar mata yang sama?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teks MC Bahasa Inggris di Acara Kuliah Pakar (Stadium General)

Rabu kemarin aku diminta jadi MC di acara kuliah pakar dengan dua pembicara. Satu satunya pembicara dari Turki dan satunya lagi adalah dosen UNS sekaligus mahasiswa post-doc di Dortmund, Jerman. Acaranya alhamdulillah lancar meski didn't run smoothly. So, di sini aku akan share teks MC berbahasa inggris. Semoga bermanfaat bagi teman-teman yang membutuhkan.  Ladies and gentleman, may I have your attention please. Please have a seat because opening ceremony is about to begin. Assalamualaikum wr wb. Good Morning ladies and Gentleman, welcome to  2 nd Floor room, Graduate School, Universitas Sebelas Maret. We would like to express our sincere gratitude to 1.   Excellency The Head of Chemistry Graduate Program / Dr. rer. nat. Fajar Rakhman Wibowo, M.Si 2.   Honourable the speaker from Department of Chemical Engineering, Izmir Institute of Technology/ Prof. Selatahattin Yilmaz, welcome to Indonesia. 3. Honourable the speaker from Department of Chem

Tahapan Rekrutmen Medical Delegate Trainee (MDT) PT Nestle Indonesia Oktober-November 2015

Karena banyak yang request, akhirya aku bikin edisi yang more detail.  Posisi MDT PT. Nestle Indonesia bisa didapatkan melalui rekrutmen kampus, jobfair, dan event pencarian kerja lainnya. Rekrutmen kampus mungkin salah satu yang berpeluang besar untuk kita, terutama fresh graduate. UNS Surakarta. Posisi yang ditawarkan adalah Medical Delegate Trainee (MDT). Saat aku mendaftar dulu, secara umum tahap seleksinya ada 7 : short interview, focus group discussion, in depth interview, join visit, final interview, medical check up, dan salary offering. Kalau dari rekrutmen kampus, biasanya kita diminta mengisi form online mengenai biodata kita. Kemudian, pada hari yang sudah ditentukan, kita diminta datang ke tempat seleksi. Pastikan pakai baju yang rapi dan bersepatu. Nestle akan  mengawali rekrutmen dengan memberikan presentasi mengenai introduction about perusahaan. Nestle bergerak di bidang nutrition, health, and wellness. Tagline nya adalah good food, good life. Selanjutnya masin

Cara Mengisi Formulir Visa Nasional (Residence Permit) Kedutaan Jerman

Hai travellers! Apply visa untuk pertama kali memang agak membingungkan. Tapi jangan takut, asalkan semua syarat sudah terpenuhi, proses pembuatan visa pasti jadi semakin mudah dan lancar. Formulir merupakan salah satu syarat pengajuan visa. Mau ga mau kita harus mengisinya kan? Kabar baiknya adalah formulir harus diisi dalam bahasa jerman! Saya sempet bingung karena ga bisa bahasa Jerman. Tapi Alhamdulillah, dengan segala macam upaya akhirnya sekarang saya sudah bisa mengisi formulir tsb dan akan share ke teman-teman yang membutuhkan. Pertama download dulu formulirnya di sini :  http://m.jakarta.diplo.de/contentblob/3453968/Daten/4808067/antrag_national.pdf Mengisi formulir boleh dengan cara diketik atau ditulis tangan. Setau saya warna tintanya juga bebas, boleh hitam atau biru. Eh, tapi jangan merah ya, aneh kayaknya haha. Yuk kita mulai mengisinya :)