Kehamilan membuat perbedaan mendalam di diri seseorang dan pasangannya. Sekarang, tiap keputusan kami selalu didasari kesehatan dan kenyamanan kakak. Aku dan mas mutusin untuk nitipin aku dan kakak di rumah orang tuaku sampai lahiran. Aku dan suami harus LDR. Sedih rasanya berpisah lagi tapi dengan berbagai pertimbangan yang sudah matang, bahkan overcooked, itulah yang terbaik.
Setelah menjalani hari-hari di rumah orang tua, aku jadi lebih sering mengamati mamak. Aku jadi tahu gimana ya perasaan mamak punya anak perempuan yang dikandung, dilahirkan, dibesarkan lalu dinikahkan eh terus tinggalnya jauh. Dulu aku sering protes kalo sedikit-sedikit disuruh pulang, tapi sekarang ya wajar banget kayaknya. Apalagi ibu cenderung lebih sehati dengan anak perempuan. Kedatanganku di sini jadi obat banget untuk mamak. Belum lahir anakku, tapi mamak sudah ikut mengurus dia. Menyiapkan sayur dan buah untukku, nyetelin murrotal deket perutku, dan beliin baju-baju untuk bayi lucuku kelak. Meski di sela-sela itu mamak kadang mbatin sedih, nanti kalo sudah lahiran, aku dan anakku bakal balik lagi ke Kalimantan dan jarang pulkam. Tapi mamak ngerti alasannya, karena jauhnya dan sekarang tanggung jawabku sudah beda. Meski begitu, aku tetap janji ke diri sendiri, sebisa mungkin aku akan berusaha sering pulang.
Kelak, aku pun harus menata hati. Anakku bukan milikku. Dia titipan Allah yang diamanahkan di rahimku. Besok anakku punya pilihan. Dia punya pemikiran sendiri. Walaupun si kakak belum lahir, entah kenapa ada perasaan sedih kalau bayangin dia besar, mandiri dan sudah gak bergantung sama aku. Tapi semua itu akan terjadi dan pasti terjadi insya Allah. Maka, aku nikmati hari-hari sekarang berduaan dengan bayiku di dalam perut, menanti bulan-bulan dia dilahirkan. Besok aku pun akan menikmati masa-masa indah mengurusnya. Sampai akhirnya dia bisa duduk, berjalan, berlari dan bisa menggapai cita-citanya. Jangan cepet-cepet ya, kak.
Komentar