Malam itu
sudah menunjukkan pukul 11. Aku berdoa dan berharap malam akan panjang
membentang. Aku dan mas merasa bingung menggantung. Tidur akan menghilangkan
waktu bersama. Tapi besok mas harus melewati perjalanan lama. Lewat darat,
laut, dan udara. Kembali bekerja demi membahagiakan aku. Mas menggenggam
tanganku erat-erat. Aku tahu mas tak ingin kembali. Aku juga. Sepuluh hari ke
belakang rasanya indah jua.
"Dek,
lihat ke jendela yuk. Lihat bulan".
Suara
lembut mas mengusik keheningan malam itu. Aku enggan beranjak. Hatiku remuk.
Campur aduk. Entah sudah berapa bulir air mata ini keluar. Besok pagi, rindu
ini akan melimpah ruah dan semakin mengakar. Besok pagi, kebersamaan kami akan
terjeda sebentar. Aku melihat sudah pukul 1. Dengan berat hati aku mencoba untuk
tidur karena besok pagi-pagi sekali kami sudah harus tiba di bandar udara.
Batas kebersamaan kami hari itu.
Tiba-tiba
aku terbangun. Pukul 3 pagi. Aku menangis sesenggukan hingga subuh. Aku sedih,
tapi bersyukur karena masih ada beberapa jam yang tersisa. Aku tahu, apa yang
aku harapkan tak mungkin terjadi. Mas harus kembali ke rumah kami di Batu
Kajang. Aku juga harus pulang ke rumahku di Solo. Hidup sungguh misteri.
Permainan hati bisa sehebat ini. Aku heran.
Dengan
pilu aku mengantarkan mas ke bandara. Canda tawa mas tak bisa mencairkan
sendunya hatiku kala itu. Seperti biasa, mas tak ingin melihatku pergi. Maka
mas mengantarkan aku dulu ke persimpangan menuju stasiun atau jalan keluar lalu
berbalik pergi. Seperti biasa juga, aku tak langsung hilang. Aku juga tahu mas
masih menoleh ke belakang mencari aku. Sama seperti aku yang terus mencari
sosok mas sebelum tenggelam dalam kerumunan. Bahkan tanpa sadar aku sampai
berjalan ke kanan kiri dan maju mundur demi menyaksikan raga mas lebih lama.
Setelah
berpisah dengan seluruh kasihku, aku kembali ke hotel dengan gontai. Aku
seperti hilang arah. Masuk ke kamar dengan lemas. Kupandangi seisi kamar yang
terasa jauh berbeda. Barang-barang mas sudah tak ada. Aku seperti mencari
barang mas yang tertinggal. Aku ingat, ada beberapa baju mas yang
sengaja ditinggalkan. Aku suka. Bisa jadi pelepas rinduku sementara. Aku
merebahkan diriku ke kasur. Memejamkan mata rapat-rapat. Menahan seluruh berat
di dada. Tiba-tiba, aku teringat sesuatu. Aku beranjak. Segera kubuka tirai
jendela kamar. Kaca jendela bergurat bintik air hujan. Ah, ternyata indah
sekali pemandangannya. Ada warna-warni yang elok dan pohonan rimbun. Langit
abu-abu pun tergambar jelas. Andaikan kemarin aku mau, pastilah kami sudah
melihat rembulan bersama. Ah, kasihku. Hujan masih rintik, sejak subuh
tadi belum reda. Mungkin seharusnya aku berhenti menangis.
Terima
kasih mas sudah memberikan perasaan ini. Perasaan yang belum pernah kurasakan
dengan yang lainnya. Ada hangat di dalam sesak kerinduan. Ada ingin mengalah
dalam seteru. Ada haru dalam bahagia. Semoga selalu begitu, hingga kita
bertemu kembali. Terima kasih untuk selalu membuatku ingin bercerita pada dunia.
Dan yang terpenting dari itu, semuanya adalah rahmat dan direstui
Allah secara hakiki. Uhibbuka ya habibi :)
Komentar