"Ima yakin?"
Saat itu mama bertanya lagi padaku. Untuk ke sekian kalinya. Aku tahu mama sudah mengerti. Mama bangga aku punya pilihan hati dan mandiri. Sedari dulu mama selalu bilang saat aku kelak minta pilihkan pendamping :
"Jangan. Pergaulan ima lebih luas. Mama taunya yang di sekitar sini aja. Ima kenal banyak orang. Sudah kemana-mana. Pilih yang ima suka"
Rasanya aku bingung. Aku takut salah arah. Mana mungkin pilihan sepenting itu aku tentukan sendiri? Riskan. Aku masih belum mau sampai akhirnya aku menjatuhkan keputusan. Ku ceritakan pada mama. Secara panjang lebar dengan tiap detail penjelasan. Di sana mama tersenyum bangga. Aku sudah dewasa, katanya.
Aku diboyong jauh setelah akad terjadi. Mama masih senyum penuh arti. Senang sekaligus sedih. Mama tentu tahu domisiliku kini jauh. Tapi tak apa, mama bisa ke sana. Kapanpun. Namun masalahnya, mama tak mau merepotkan aku. Maka, masih banyak harap kami bisa dekat bersatu.
Seiring berjalannya waktu, setahun sudah aku jadi wanita yang tak seperti dulu. Aku anak mama, tapi tanggung jawabku beda. Sampai sekarang, mama masih selalu ada untukku. Tak ada cerita sedih dan pilu yang tersampaikan. Mama tidak mau menyusahkan. Lewat telepon, selalu diceritakannya kisah-kisah indah, hari-hari bahagia yang rasanya kurang tanpa aku. Selalu mama merasa ingin bisa memberiku dan mas lebih. Padahal yang dulu pun aku takkan bisa membalas.
Suatu ketika, aku pernah selalu berdua dengan mama dalam suka duka. Saat itu aku hanya lah perempuan kecil yang tak tahu apa-apa. Tak tahu realita. Tak tahu aku siapa, selain anak mama. Kini pun tiada yang berubah oleh masa. Hanya tugasku utama kini telah berpindah serta. Terima kasih mama.
Komentar