Pantai itu kini berbeda. Dia telah bernama. Namanya kurang cocok di telinga. Tapi apalah daya.
Pantai itu masih penuh ombak. Seperti dulu. Aku ingat betul pernah bermain air di pinggirannya dengan baju merah.
Saat itu mas menarik tanganku sambil berlari, lalu menjatuhkan aku di atas pasir. Aku bangkit. Lalu mas menjegal kakiku dengan lembut. Aku jatuh lagi. Anarkis sekali pikirku kala itu. Tapi ternyata sangat menyenangkan. Kekakuanku pudar.
Kami lalu duduk bersampingan, menekuk lutut. Berhadapan dengan laut. Aku memejamkan mata. Mendengar debur ombak yang menggebu-gebu. Seperti irama jantungku.
Mas berdiri, mengajakku menyusuri tepi pantai. 'Ku lihat ia bertelanjang kaki. Lengan kemeja merahnya digulung. Mas membawakan tasku. Debaran merah matahari menghempasnya. Tubuhnya berkilatan. Saat itu aku merasa semakin mencintainya.
Pantai itu kini telah bernama. Kami tak memilikinya, namun kisahnya tetap tersimpan rapi dalam bilik sanubari. Dia abadi.
Komentar