Aku menulis ini karena banyak sekali yang bertanya padaku via bbm atau whatsapp. Kebanyakan pertanyaannya "Aku mau tanya, tolong jujur, selama habis wisuda ini kamu ngapain aja?" atau "Sekarang di mana setelah wisuda?" , "Mau kerja apa lanjut?" dan yang lebih ekstrem "Eh, kok kamu masih disini?"
Semasa ngampus, aku sibuk kuliah dengan segudang tugas, kerja lab, ngerjain laporan, sesekali ikut penelitian dan lomba, jadi guru privat, dan lainnya. Alhamdulillah studiku di perkuliahan bisa aku selesaikan tepat empat tahun (dengan terseok-seok). Kebahagiaan ini terus bergulir hingga perayaan kelulusan datang di bulan September. Kemudian semua berubah biasa saja. Momen wisuda telah usai. Di H+1 wisuda, aku mengalami perubahan status yang sangat fundamental. Statusku bukan pelajar/mahasiswa lagi. Secara teknis aku pengangguran. Aku memutuskan tetap di Solo hingga akhir Oktober dan mulai memikirkan diriku harus bagaimana. Mau jadi apa. Aku bingung apakah mau melanjutkan kuliah (harus dengan beasiswa, kalau tidak, aku tidak kuat) atau bekerja (inginnya di pemerintahan, BUMN atau perusahaan yang bonafit).
Sebenarnya aku ingin melanjutkan studi di graduate school of chemistry di Edinburgh, UK. Aku sering membaca tentang UK dan sangat tertarik untuk ke sana. Apa daya, aku tak tahu apakah bisa, cuma mimpi manis. Saat itu dosenku telah menawariku S2 di UNS dengan biaya kuliah dari beliau asalkan aku membantu riset dan tugas beliau (jadi semacam asdos atau ya memang asdos ya). Aku sudah mengiyakan tapi gagal karena wisudaku September dan pendaftaran terakhirnya bulan Juli. Oke, belum rejeki. Kemudian dosenku yang lain, dosen A, memberiku harapan untuk melanjutkan S2 di Jerman di bawah bimbingan seorang profesor perempuan. Profesor itu punya tema riset yang cocok sekali denganku di S1. Sebelumnya aku pernah berbincang langsung dengan profesor tsb dan bercanda bahwa aku ingin 'ikut' risetnya. Profesor tsb ternyata malah serius dan bilang "Of course, I don't mind to take you as my student" dan menyuruhku segera apply beasiswa. Dosenku mengatakan bahwa dengan rekomendasi dari beliau aku pasti diterima, tapi aku harus mencari biaya hidup sendiri melalui beasiswa. Masalahnya beasiswa yang memungkinkan adalah DAAD yang bisa diajukan apabila applicant telah bekerja minimal 2 tahun. Oke, coret. Kemudian melalui email dan berbekal CV aku telah mendapatkan seorang profesor di Jepang yang bersedia membimbingku untuk S2. Oke berarti yang penting TOEFL dan beasiswa LPDP, simpan dulu kesempatan ini. Usahaku lanjut lagi. Aku menghubungi konsultan pendidikan. Beliau bersedia membantu pendaftaran ke Australia. Dari beliau aku bisa mendapatkan conditional letter of acceptance (LoA) yang akan berubah menjadi unconditional jika melampirkan sertifikat TOEFL/IELTS sesuai standar universitasnya. Oke, yang ini disimpan juga. Kemudian aku mencari info beberapa universitas dalam negeri. Ternyata semester ganjil untuk pascasarjana dimulai tahun depan, berarti harus menunggu hampir satu tahun. Baiklah, tapi setahun mau ngapain ya. Aku terus berpikir. Aku sadar, wanita harus highly educated. Tapi aku juga sadar, edukasi bisa didapatkan bukan hanya dari bangku kuliah. Itu yang harus digarisbawahi.
Di sisi diriku yang lain, aku ingin sekali bekerja. Aku ingin menjadi wanita karir yang sukses, bisa membiayai hidup sendiri, mandiri, dan membantu orang tua. Bekerja bisa lebih mendewasakan diri karena kita akan sering berkomunikasi dengan orang lain, memiliki tanggung jawab, dan belajar menyelesaikan permasalahan kehidupan. Cita-cita boleh setinggi mungkin, bukan? Rupanya aku seorang pemimpi. Karena keduanya muter-muter di otakku dan golongan darah A adalah tipe pemikir yang sulit mengambil keputusan, maka semuanya aku serahkan pada Allah. Aku akan menjalani apa yang datang duluan di hadapanku, yang pastinya itu adalah takdir illahi. Saat itu belum ada lowongan kerja yang cocok untukku, belum juga daftar beasiswa karena syaratnya belum lengkap. Lepas satu minggu aku cuma tidur-tiduran di kosan. Makan, tidur, nonton anime, dan sesekali main ke tempat teman. Masa depanku masih samar-samar. Status pengagguran masih berlaku untukku. Akhirnya aku datang lagi ke kampus dan berkonsultasi dengan dosenku. Beberapa dosen menyarankan aku sekolah lagi, karena saat itu, biidznilah, aku lulus kumlot. Akhirnya aku berusaha mengumpulkan syarat-syarat untuk mendaftar S2 plus beasiswa LPDP. Aku mendaftar tes TOEFL dan tes TPA OTTO-Bappenas. Aku juga mulai mengurus surat keterangan sehat dan SKCK. Sambil jalan, di otakku juga masih bingung kuliah lagi atau bekerja. Aku keliatan enjoy aja pada masa tunggu ini padahal sebenarnya punya beban mental yang berat. Akhirnya sambil persiapan tes, aku masih hang out sama teman-teman dan ikut les mengemudi. Aku juga rajin cari lowongan kerja di internet. Sebulan telah sampai dan aku masih begini-begini aja. Lama-lama aku merasa fokusku bercabang. Jika begini terus usahaku malah setengah-setengah. Akhirnya aku memutuskan, jika score TOEFLku di bawah 550 berarti aku harus fokus cari kerja. (to be continued)
Pic source : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYA-HjLCg6eeD3GFu4Dmo5Tgaof31ndO01YWrEMR-jrjBJ9f5vFo9rUUXP5GuI3qkGf5M8XsPHubm0FHhkFqWctvYq-PssQod-TprZu_ZLpBfI-wixETIUZkhqkmU9Qoly7PzSLxWOGtw/s1600/0scholarship_faq-1.jpg
Komentar