Awal menikah dulu, aku dan suami LDR selama 2 tahun karena aku harus menyelesaikan studi S2 ku. Di semester akhir kuliahku, wabah COVID-19 datang dan aku bisa berkumpul lagi dengan suamiku karena aku bisa kuliah from home sampai wisuda.
Sekitar satu bulan setelah wisuda, aku hamil anak pertama. Aku dan mas bisa tinggal satu atap waktu itu dan menjalani hari-hari bak pasutri seutuhnya. Namun saat usia kehamilanku 5 bulan, kami bersepakat agar aku pulang kampung dan melahirkan di rumah orang tua. Aku dan suami tinggal berjauhan lagi hingga anakku berusia 1 tahun 3 bulan.
Setelah tinggal bersama 2,5 tahun ini, belum terpikir bahwa kami akan menjalani LDR lagi. Momen-momen yang dulu sangat berat dan menyedihkan akan terulang. Scene sedih di bandara dan stasiun terkadang membayangiku.
Tapi di pernikahan kami yang akan menginjak 7 tahun ini, rasanya akan berbeda. Prioritas kami berubah. Cinta-cintaan yang dulu membara bak remaja kini berubah menjadi cinta yang stabil dan penuh target masa depan. Kami punya anak-anak yang lucu dan bertanggung jawab atas hidup mereka sekarang.
Dan aku yakin, LDR kali ini adalah kado terbaik dari Allah di awal tahun 2025 ini. Tentunya juga sebagai langkah awal untuk menapaki jenjang lebih tinggi di kehidupan mas, khususnya, dan tentu berdampak pula bagi keluarga kecil kami. Aku sangat senang dan bangga suamiku bisa diterima S2 di negeri gingseng dengan beasiswa—yang merupakan beasiswa pertama kali mas dapatkan selama studi. Apapun pencapaiannya, besar atau kecil, aku dan anak-anak akan selalu ada sebagai “tim hore” baginya.
Aku berdoa, semoga rasa syukur ini dapat membawa kebaikan di hari-hari kami kelak. Semoga kami mendapatkan keberkahan dan kemudahan dalam perjalanan ini. Semoga di manapun berada, kami semua selalu sehat, bahagia, dan dalam lindungan-Nya.
Komentar