Ada dua kucing yang selalu menghampiri tempat tinggalku sekarang. Salah satunya dikasih nama Uya. Siapa lagi yang hobi memberi nama, kalo bukan Mas Saif. Kendaraannya pun dikasih nama dan huruf depannya harus J. Kesepakatan sama temen-temen kuliahnya dulu. Jadilah dia pernah punya motor namanya Juminten, Junedin, dan Jameta. Insya Allah mudah-mudahan segera menyusul yang namanya Jemroti. Aneh emang namanya. Semoga kami berubah pikiran.
Balik lagi ke Uya. Dia dan temannya itu mukanya mirip. Aku belum bisa membedakan mana yang Uya dan mana yang bukan. Tapi paling sering aku lihat ada salah satu kucing tidur di teras, kadang di bawah jemuran bajuku. Aku anggap dia Uya.
Anakku si Ucay suka sekali dengan kedatangannya. Bahkan saking sukanya, dia sering jawil-jawil muka dan narik badannya Uya. Momen itu sungguh mendebarkan bagi mahmud penakut akut sepertiku. Banyak skenario melintas di pikiran seperti adegan cakar-mencakar ataupun gigit-menggigit. Tapi ternyata tidak ada sama sekali. Entah kenapa Uya selalu "sami'na wa atho'na" meski diapa-apain. Sabar banget seperti para istri di indosiar. Paling kalau udah gak kuat dia akan bales ngejawil dan memberikan lirikan," Yaudahlah namanya juga anak-anak".
Kucing, khususnya Uya, memang terlihat santuy. Dia suka rebahan ala remaja nolep. Dia juga sering tahu-tahu melipat kakinya dan merem kayak gak ada beban. Kalau ada keributan, paling dia membuka sedikit matanya yang sipit kemudian melanjutkan kembali rutinitasnya itu. Aku suka gayamu, cing.
Sampai kemudian hasil googlingku memberikan perspektif berbeda. Umur hidup Uya bisa jadi hanya berkisar 13 sampai 17 tahun. Hampir seperlima rata-rata usia manusia. Tanpa ada yang tahu apakah dia akan merasakan surga dan neraka. Yang jelas, di usia "belia" dia sudah dekat dengan akhirat. Jadi, dibanding selalu berspekulasi atas hingar bingar dunia, dia lebih memilih ketenangan jiwa dan kesunyian yang begitu lekat. Begitulah cara menikmati sisa-sisa hidupnya yang singkat.
Komentar