Syahdan ada seorang raja yang sangat kuat, bijaksana, dan dicintai oleh rakyat. Suatu ketika sang raja memanggil seluruh prajuritnya. Beliau memerintahkan sebuah tugas yang amatlah membingungkan. Para prajurit diminta untuk menyusuri sungai pada malam hari yang gelap gulita tanpa penerangan apa pun. Kemudian, mereka diharuskan untuk mengumpulkan semua kerikil yang mereka injak saat berjalan melintasi sungai itu.
Tibalah waktu malam hari. Semua prajurit bersiap untuk melewati sungai, tak lupa membawa dua buah kantong untuk menyimpan kerikil. Sebagian dari mereka merasa itu adalah tugas yang remeh dan konyol. Mereka menyusuri sungai tanpa mengambil satu kerikil pun. Mereka merasa bahwa sang raja takkan menghukum mereka karena tugas seperti itu.
Sebagian yang lain melaksanakan tugas sang raja. Namun mereka tidak mengambil semua kerikil yang mereka injak. Mereka hanya menjalankan perintah sang raja ala kadarnya yang penting mereka sudah mengerjakannya. Kantong yang mereka bawa tidak penuh, hanya terisi setengahnya saja.
Berbeda dengan kedua kelompok prajurit tadi, sebagian prajurit yang lain mengerjakan tugas sang raja dengan bersungguh-sungguh. Semua kerikil yang mereka injak dikumpulkan dengan tekun. Lambat laun kantong-kantong yang mereka bawa telah penuh hingga tumpah ruah tak bisa lagi menampung kerikil.
Tak terasa mereka telah sampai di tepi sungai. Sang raja telah menunggu mereka. Fajar pun tiba menerangi bumi, menampakkan seluruh alam yang membuat penglihatan mereka menjadi jelas. Alangkah terbelalaknya mata mereka saat melihat kerikil-kerikil tersebut ternyata adalah intan permata.
Prajurit yang tidak mengumpulkan "kerikil" merasa sangat menyesal. Mereka seharusnya mengantonginya meski hanya beberapa buah. Prajurit yang cuma mengambil sedikit menjadi kecewa. Padahal mereka bisa mengumpulkan lebih banyak. Sedangkan prajurit yang mengambil dua kantong penuh intan permata merasa sangat bahagia dan bersuka cita.
Seluruh cerita tadi dapat dianalogikan seperti menjalani bulan ramadhan yang penuh reward dari Allah. Jadi, prajurit yang manakah kita?
Komentar