Aku bingung dengan keadaanku sekarang. Ini bukan sekedar luapan hati sesaat. Tapi juga keinginan untuk mendapatkan jawaban dari konflik di batin yang terus saja merongrong.
4 jam dari sekarang aku akan meninggalkan kampung, ibu, bapak, adik2, ikan, dan rumah tercinta serta segala sesuatu yang menjadi kenanganku selama ini.
Hampir 4 tahun sudah aku menimba ilmu di tanah, air, dan udara pulau jawa. Pulang adalah satu kata yang tabu dalam kamusku. Ya, mungkin 2-3 kali setahun adalah maksimal kepulanganku. Bahkan kini ini aku hanya bisa melihat plang "Selamat Datang di Kota Metro" sekali dalam setahun. Meninggalkan ibu adalah yang paling berat. Mungkin seberat memanggul Gunung Uhud di bahuku. Hubunganku dan ibu merupakan suatu simbosis mutulisme yang sama sekali tak bisa digambarkan dengan kata "manja". Sejarah panjang telah mencetak bahwa batinku dan ibu selalu berkoneksi. Ibu harapannya besar padaku tapi beliau tidak memaksa. Sedangkan aku, mimpiku sangat besar tapi terkadang aku masih berusaha dengan terpaksa. Ya Allah, pantaskah Engkau menjaminku dengan malaikat-malaikat yang sayapnya menaungi orang-orang yang menuntut ilmu. Pantaskah aku jika berada dalam naungan sayap itu. Wallahu a'lam.
Belum lagi, bingung aku memikirkan badai apa lagi yang akan aku temui di tanah rantau sana. Bagaimana aku menghadapi semua ibarat aku tak punya siapa-siapa kecuali Allah. Orang lain melihatku tegar, padahal sebenarnya aku rapuh. Jiwaku osteoporosis dan butuh susu tinggi kalisum untuk mengembalikan kalsium semangatku. Tapi, di lain pihak aku harus memikirkan masa depanku yang tak akan cerah jika aku tidak berusaha menyinari dan mencerahkan warnanya dengan highlight ilmu yang aku selami. menuntut ilmu, menjadi orang yang berguna bagi masyarakat. Ah, jalanku masih panjang. Masih banyak orang-orang yang harus aku temui, masih banyak momen-momen yang tak boleh aku lewatkan, masih banyak mimpi yang menunggu direalisasikan. Jadi, haruskah aku menangis? atau tertawa bahagia saat ini? Itu masih jadi tanda tanya.
Komentar