Tadi malam aku coba menunjukkan tulisan lama yang kubuat untuk mas. Aku memintanya untuk membaca. Dia sejenak berhenti dan melihat satu demi satu yang kutulis. Tapi, tulisan itu rasanya sudah tidak “related” lagi dan dia tidak mengenali sebagai “tulisan untuknya”. Aku tidak menyalahkannya. Memang manusia bukan dukun yang selalu bisa baca isi pikiran seseorang lewat sebuah tulisan di media. Apalagi tulisannya sudah sangat lama.
Tapi dunia memang cepat berubah. Di kehidupan ini, banyak hal yang harus dilakukan untuk bertahan. Dua sejoli muda yang dulu hanya bercerita tentang cinta, kini harus menghadapi realita manusia dewasa. Kemapanan malah jadi nomor satu yang dinanti dan dicari. Namun, proses itu ternyata memunculkan banyak pengalaman kaya rasa di benakku.
Aku selalu berpikir kini mas bukan milikku saja. Banyak peran yang harus ia jalankan. Aku tahu itu tidaklah mudah. Urusan nafkah dan tanggung jawab, mas selalu nomor satu. Pun urusan waktu. Di sela-sela pekerjaan—jeda yang sangat sempit, mas selalu menyempatkan diri untukku dan balita kami yang cekatan. Akhir pekan kami selalu terasa hangat dan mengesankan.
Tapi aku selalu berasumsi, untuk menanyakan cerita di hari-hariku yang remeh, mungkinkah ruang yang tersisa tinggal sedikit? Untuk mempelajari keinginanku yang tersirat tanpa gamblang, apakah porsinya sudah jauh berkurang? — yang kini sudah penuh dengan kesibukan sekaligus cerita-cerita personal orang-orang yang mengiringinya. Atau apakah masih boleh aku menangisi rindu di hadapannya saat dia sudah lelah mendengar keluh kesah dan tangisan manusia lainnya? Bahkan untuk sekadar menelepon, seringkali aku pun merasa segan.
Aku semakin disadarkan mungkin tidak boleh menganggap semua berlebihan. Dia yang selalu aku tunggu-tunggu untuk jadi satu tuju segala masalahku, bisa jadi sudah jenuh jadi konsultan bagi yang mempercayakan masalah-masalah mereka.
Maka, aku akan berusaha tak banyak mengganggu agar mas lebih nyaman dalam meneruskan berbagai tujuan dan cita-citanya— yang sudah barang tentu ada aku di situ.
Perasaanku adalah tanggung jawabku sendiri.
Sebagian tulisan di sini memang hanya untukku saja.
Tapi aku akan tetap menulis dan melanjutkan hidup— dan mencoba berbesar hati saat mas sibuk dengan dunianya— dan menghabiskan waktu lebih banyak dengan orang-orang di sana. Aku akan mencinta seperti biasanya. Meski kadang merasa cemburu, tapi aku belajar percaya kata-katanya: Kamu bukan lagi bagian dari hidupku tapi sudah menjadi kehidupan itu sendiri.
Komentar