Dua minggu ini rasanya berat. Banyak pekerjaan, masalah, dan pemikiran melanda. Mbak pengasuh Ucay pamit pulang, urusan kampus tiba-tiba banyak, belum lagi masalah internal dari benakku sendiri.
Sore itu aku pulang ke rumah. Masih dengan pikiran yang ruwet. Aku duduk termenung di kasur. Tak lama, anakku datang menghampiriku. Dia memeluk kepalaku, menempelkan pipinya yg halus di wajahku. Entah kenapa semua masalahku tiba-tiba hilang.
Aku sadar Ucay adalah rezeki terbesarku. Di antara banyak kenapa-kenapa yang ada di otakku, kehadiran Ucay seperti jawaban atas segalanya. Banyak hal yang tidak kudapat, tapi banyak pula yang aku miliki. Meski Ucay adalah sumber bahagiaku, kadang aku juga sedih memikirkannya. Aku sering sedih, belum bisa memberikan yang terbaik untuknya.
Tapi aku pun harus belajar dari Ucay. Aku harus terus tersenyum, seperti senyumnya yang lebar di sore itu.
Komentar