Malam ini terasa sunyi buatku. Tak ada suara jangkrik. Atau malah memang biasanya tidak ada, aku tak tahu. Tidak terdengar ocehan tetanggaku yang biasanya memecah keheningan rumah. Malam ini sungguh damai. Cuacanya juga terasa sejuk, tidak panas dan tidak terlalu dingin. Kata orang-orang tua, malam seperti ini mirip malam lailatul qodar. Tentunya aku belum bisa mengkonfirmasi kebenarannya. Yang jelas malam seperti ini selalu aku nantikan.
Setelah mematikan laptop, aku tersadar. Anakku tertidur pulas. Biasanya dia akan terbangun 2-3 kali, tapi kali ini tidak. Aku bisa mengerjakan tugasku dengan fokus. Seakan dia tahu bahwa ada hal penting yang harus dikerjakan malam ini. Sedari pagi, aku takut tidak bisa menyelesaikan tugasku. Aku takut anakku akan merengek semalaman dan akhirnya tertunda lagi semuanya. Tapi ternyata tidak. Dia dengan pandainya ambil peran dalam membantu ibunya.
Kulanjutkan lagi pekerjaanku. Aku berberes dan mencuci peralatan makan Kautsar. Bahkan aku sempat menyiapkan menu sarapan, makan siang dan makan malam setengah jadi untuknya besok. Setelah semua selesai, kulirik lagi anakku. Masih tertidur pulas. Rasanya rindu. Aku naik ke kasur dan mengganti diapernya. Aku sengaja membuat beberapa suara agar dia terbangun. Biasanya aku kan mengendap-ngendap jika dia sedang tidur, tapi kali ini aku benar-benar ingin dia bangun. Tapi bayi kecil ini tidur dengan nyenyaknya. Dia hanya menggerakkan pipinya sedikit saat wajahnya kucium.
Masya Allah, nak. Terkadang, rasa khawatir adalah salah satu bentuk peremehan. Padahal bayi pintar ini bisa melakukan apapun, dengan izin-Nya. Terkadang yang dibutuhkan seseorang adalah keyakinan. Dan keyakinan dibangun atas rasa percaya. Aku harus percaya bahwa besok, saat kami tinggal di rantau, Kautsar akan jadi anak manis yang sehat, penurut dan cerdas. Aku harus percaya bahwa suamiku akan membantu, juga menghandle semua urusan kepindahan kami dengan baik. Tapi jauh dari semua itu, yang paling aku butuhkan adalah aku, aku yang percaya diri!
Komentar