Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2020

Ketika Suami Sakit (2)

Setiap hari kubuatkan mas bubur dan jus. Meskipun sulit, kupaksa suamiku untuk makan sebagai bekal penyembuhannya. Tiga hari berlalu, kondisi mas tetap sama. Belum sampai dua minggu, berat badan mas menurun drastis. Kami mulai berpikir untuk swab test. Terpikir juga untuk segera pulang karena kebetulan kami berencana cuti. Orang tua mas juga terus meminta kami untuk pulang agar mas dapat pelayanan kesehatan terbaik. Tapi dengan kondisi mas yang masih demam dan lemas sepertinya masih belum bisa. Satu persatu obat mas mulai habis tapi sakit mas belum membaik. Aku benar-benar panik lagi. Tapi aku tidak boleh gegabah. Di rantau ini hanya ada aku dan mas. Aku harus tenang agar mas juga tidak terbenani pikiran. Tiba-tiba aku teringat antibiotik yang selalu mas minum di malam lagi. Dokter meminta untuk menghabiskannya dan sebenarnya itu wajar. Segera kucari tau di google tentang obat itu juga dengan obat-obat lain yang diberikan dokter. Entah kenapa aku curiga dengan antibiotik itu karena suh

Ketika Suami Sakit (1)

Bulan lalu adalah salah satu bulan terberat dalam hidupku. Suamiku yang 2,5 tahun terakhir tidak pernah sakit tiba-tiba saja merasa tidak enak badan. Waktu itu hari Minggu. Sore hari sepulang kerja, mas mengeluhkan demam, flu dan pegal-pegal. Segera saja aku minta mas untuk istirahat. Aku pegang keningnya dan ternyata memang hangat. Segera saja kuberikan obat penurun panas dan flu. Tiga hari berlalu, sakit mas belum tuntas juga. Beberapa jam membaik, lalu panasnya kembali menyerang ditambah pusing, lemas dan nyeri sendi.  Hari Rabu, aku minta mas untuk periksa ke dokter. Berbekal googling, akhirnya mas pergi ke dokter umum tersekat dengan diantar teman-temannya. Aku menunggu di rumah karena tidak boleh banyak bepergian saat hamil. Berdasarkan diagnosis dokter, mas menderita demam flu biasa, tapi kalau sakitnya tidak berkurang maka disarankan untuk periksa kembali. Dua hari berlalu, demam mas belum turun juga. Aku yang tidak sabaran langsung meminta mas untuk ke rumah sakit. Jumat malam

Kautsar, Nikmat yang Banyak

Hari-hari di "rumah baru" terasa sangaaaat menyenangkan. Bonding antaraku dan mas menjadi semakin erat. Sejak 2 tahun menikah, aku merasa sudah mengenalnya. Tapi tinggal bersama beberapa bulan membuatku menyelami kedalaman hatinya. Pagi hari aku sudah membersihkan rumah, memasak untuk mas dan mencuci pakaian dengan mesin cuci baru kebanggaan kami. Aku benar-benar merasakan kesempurnaan sebagai istri wkwk. Karena sebelumnya kami LDR, maka bersama seperti ini memberikan kelegaan tersendiri. Setelah wisuda di bulan Juni, kini hari-hariku lebih ringan. Tak ada lagi yang membebani hati. Belum genap 4 hari kami di rumah ini, kejutan besar diberikan Sang Illahi. Subuh-subuh, aku cek kehamilan dengan tespack. Beberapa hari sebelumnya aku merasa sering lemas dan berkunang-kunang. Maka pagi itu aku beranikan diri untuk mengulang tesnya yang sebenarnya sudah kulakukan 10 hari lalu dengan hasil kosong. Tak ada harapan khusus. Nothing to lose. Aku juga tidak buru-buru untuk punya anak. Ta

Perjalanan Dinas Terlama (2)

Terbuaikan jalanan halus Samarinda, membuat aku kaget atas "geronjalan" aspal Bontang-Sangatta. Sungguh gak nyangka jalannya begitu luar biasa. Naik turun, berkelok, dan berlubang. Hattrick. Sebelum akhirnya pindah ke Sangatta, aku sudah cari-cari info. Tapi detail kondisi jalan menuju kesana belum pernah kudapatkan. Toh, siapa juga yang mau update ada berapa lubang di jalanan kan. Yang bikin senang adalah sebanyak yang aku tau, Sangatta itu lumayan kota. Dibandingkan dengan Batu Kajang. Maka jalanan yang sulit masih memberi harapan bahwa setelah melalui ini aku akan menemukan keramaian khas kota besar. Tapi lagi dan lagi yang kutemui sepanjang kiri dan kanan ya cuma kebun-kebun dan rumah yang jarang. Jadi khawatir, mana ini kotanya? Ternyata setelah mabuk beberapa kali, aku melihat gapura yang menyambut kedatangan kami di Sangatta. Dan benar, kami tiba di perkampungan padat yang ramai. Ada jalan lurus yang dipenuhi penjual di kanan dan kirinya. Sangat kota. Pusing dan mabukk

Menulis untuk memaafkan

Sebelum lanjut cerita perjalanan dinas, tiba-tiba aku teringat sebuah ganjalan di hati. Kalimat-kalimat yang tidak tersampaikan. Penjelasan dari tuduhan dan asumsi yang tidak terbalas. Sekadar menjelaskan dengan gamblang pun tak bisa. Takut memperumit suasana.  Tapi namanya manusia ada kecendrungan bertahan dan membela diri. Di suatu hari yang kosong, aku sering berpikir untuk menjawab ini itu. Ingin juga membalas perkataan demi perkataan yang menyakitkan dengan argumen kaku. Aku tahu aku tidak sepenuhnya salah dan penuh cela seperti yang tersampaikan. Aku manusia yang hati-hati tapi malah disalaharti atau memang tak sengaja menggores hati. Tapi manusia itu makhluk perasaan. Hidupnya dikuasai oleh akal dan emosi. Untuk hampir semua wanita, emosinya lebih dominan. Bedanya adalah bagaimana wanita itu menjaga sikap dan lisannya dari penguasaan perasaan.  Aku hidup tidak untuk menyenangkan semua orang tapi tidak juga untuk menyakiti. Maka, aku banyak memilih diam. Kata seorang ustadz, kesa