Kemarin aku duduk di halte Wilhem-Leuschner Platz. Cuaca memang sedang tak bersahabat. Besaran suhunya bisa disebutkan
dengan jari. Belum lagi angin-angin menerobos ke sela-sela pakaianku. Tubuhku masih karakteristik Asia. Masih harus adaptasi. Tapi hebatnya tak ada
orang masuk angin di sini (karena pasti menyebutnya dengan demam atau
flu). Orang-orang Jerman hebat. Tak ada yang manja. Semua oke-oke saja saat harus naik kendaraan umum atau jalan kaki di segala cuaca. Sambil bengong nungguin bus, aku cuma melihat-lihat sekeliling. Tapi tiba-tiba fokusku mengarah ke sumber suara di sampingku. Suara isak tangis. Aku memang tidak berani melihat langsung, tapi sesekali aku melirik. Aku lihat ada seorang wanita usia sekitar 27 tahun sedang menangis sambil menatap handphone yang ia genggam dan menggendong bayi imut. Mungkin dia berkelahi dengan suaminya, atau mungkin juga dapat berita buruk yang membuat ia sedih. Allahu a'lam. Tapi yang paling menarik untuk dilihat adalah penampilannya. Ibu itu berambut pink cepak, dengan anting di hidung, dan tato di kedua lengannya. Tangisnya makin menjadi jadi, tapi bayi yang digendongnya tidak tau apa-apa. Mata bulat si bayi tetap berbinar tanpa dosa. Dia pasti tidak tau ibunya kenapa. Si bayi juga belum tau ibunya seperti apa, dari keluarga yang bagaimana. Aku ga
bilang bahwa orang yang pake tato dan lain-lain itu buruk. Kita
ga pernah tau kisah apa yang ada di belakang semua itu. Dan di Eropa
memang penampilan bukan jaminan. Orang yang sering kita lihat pake kaos
pendek, bisa jadi dia professor.
Tapi dengan melihat semua itu aku jadi berpikir. Kita memang ga pernah tau akan diturunkan di bumi bagian mana. Kita dipilih. Aku juga ga tau bakal lahir dari rahim seorang muslimah Indonesia dan dilahirkan di RS pagi hari. Temanku orang Azerbaijan juga pasti ga pernah memilih untuk lahir dan besar di sana. Tiba-tiba, aku kok bersyukur ya dengan keadaanku sekarang. Aku lahir dari keluarga sederhana dan bahagia. Banyak di luar sana keluarga yang broken home. Tapi keluarga broken home juga harus bersyukur, banyak orang-orang yang tidak pernah lihat orang tuanya sejak lahir. Tapi orang-orang yang tidak pernah lihat orang tuanya sejak lahir juga harus bersyukur, banyak juga anak-anak korban perang yang menderita bahkan jauh dari rasa aman. Selalu ada alasan untuk bersyukur. Ketika kita dipilih, Allah merasa kita mampu untuk menjalankan skenario itu. Kemudian kita lah yang harus memilih sebaik apa kita memainkan perannya. Manusia diberi akal. Manusia diberi kebebasan. Salah satu contohnya, bahkan manusia memiliki wewenang untuk menerima dan menolak kebenaran yang sudah Allah berikan lewat nabi dan rosul-Nya. Maka ketika kita dipilih berada dalam keadaan sulit, bukan berarti itu akan selalu sulit selamanya. Seperti di film laskar pelangi. Anak-anak Belitong lahir di tengah keterbatasan, tapi akhirnya mereka sendiri yang menentukan kesuksesannya.
Tak terasa, bis nomor 16 yang aku tunggu sudah datang. Aku segera naik ke bus. Aku sudah tak melihat ibu itu lagi. Biarlah fisiknya jadi saksi bisu akan perenunganku kala itu. Semua orang lalu lalang di halte menyimpan misteri takdirnya masing-masing.
Tapi dengan melihat semua itu aku jadi berpikir. Kita memang ga pernah tau akan diturunkan di bumi bagian mana. Kita dipilih. Aku juga ga tau bakal lahir dari rahim seorang muslimah Indonesia dan dilahirkan di RS pagi hari. Temanku orang Azerbaijan juga pasti ga pernah memilih untuk lahir dan besar di sana. Tiba-tiba, aku kok bersyukur ya dengan keadaanku sekarang. Aku lahir dari keluarga sederhana dan bahagia. Banyak di luar sana keluarga yang broken home. Tapi keluarga broken home juga harus bersyukur, banyak orang-orang yang tidak pernah lihat orang tuanya sejak lahir. Tapi orang-orang yang tidak pernah lihat orang tuanya sejak lahir juga harus bersyukur, banyak juga anak-anak korban perang yang menderita bahkan jauh dari rasa aman. Selalu ada alasan untuk bersyukur. Ketika kita dipilih, Allah merasa kita mampu untuk menjalankan skenario itu. Kemudian kita lah yang harus memilih sebaik apa kita memainkan perannya. Manusia diberi akal. Manusia diberi kebebasan. Salah satu contohnya, bahkan manusia memiliki wewenang untuk menerima dan menolak kebenaran yang sudah Allah berikan lewat nabi dan rosul-Nya. Maka ketika kita dipilih berada dalam keadaan sulit, bukan berarti itu akan selalu sulit selamanya. Seperti di film laskar pelangi. Anak-anak Belitong lahir di tengah keterbatasan, tapi akhirnya mereka sendiri yang menentukan kesuksesannya.
Tak terasa, bis nomor 16 yang aku tunggu sudah datang. Aku segera naik ke bus. Aku sudah tak melihat ibu itu lagi. Biarlah fisiknya jadi saksi bisu akan perenunganku kala itu. Semua orang lalu lalang di halte menyimpan misteri takdirnya masing-masing.
Komentar