Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan.
Sayang engkau tak duduk di sampingku kawan
-Ebiet G. Ade
Setelah melewati serangkaian fenomena penuh drama, sampai juga di waktu yang telah ditunggu-tunggu. Aku, yang sama sekali belum pernah ke luar negeri, Malaysia atau Singapura aja belum, pada akhirnya malah akan pergi ke Eropa! Sejarah banget.
Saat itu aku hanya berjalan lurus ke check-in counter dengan menggeret koper besar berisi 19 kg, tas tentengan 12 kg, menggendong ransel 7 kg, dan membawa hati yang beratnya tak terkira. Aku ga mau menoleh ke belakang, barang satu kali pun tidak. Karena di belakangku, yang aku tinggal, ada ribuan kisah yang belum usai, yang akan berlanjut saat aku pulang tahun depan nanti. Kisah yang juga akan menjemputku di bandara kelak, kemudian menghidupkan lagi detik demi detik hidupku yang sesungguhnya -yang kini sedang di-pause-. Terima kasih menjadi langitku, tanah pijakanku, dan mentari yang menghangatkan.
Aku masuk ke pesawat superbesar, yang baru kali itu aku naiki. Frekuensi aku naik pesawat bisa dihitung dengan jari, jadi maklumi saja jika pesawat yang ini aku rasa luar biasa. Aku duduk. Aku lihat sekeliling. Asing. Wajah-wajah non-pribumi. Di depan kursiku ada layar seukuran tablet, terus bicara. Pramugaranya sangat ramah. Rambutnya pirang, bukan orang Indonesia tentunya. Aku hanya berdoa dan berdoa, agar diberi keselamatan selama di pesawat. Semoga Allah meridhoi perjalananku. Semoga Allah memberikan kesempatan kepadaku untuk menginjakkan kaki di belahan bumi-Nya yang lain. Pesawat ini akan terbang ke KL kemudian Amsterdam. Bismillah, pesawat pun take off.
Telingaku seperti kemasukan air. Aku lihat pramugara membagikan headset. Aku lihat juga orang-orang sibuk dengan layar di depannya. Aku juga ambil bagian. Aku memakai headset yang kubawa kemudian mulai memainkan touchscreennya. Ah, seperti tab rupanya. Ada fitur music, movies, games, dll. Film-filmnya cukup banyak dan ada subtitlenya. Yah, 14 jam perjalanan memang cukup untuk menonton tujuh film. Di layar ini pun ada peta, seperti GPS, bisa tau posisi pesawatku di mana dan berapa jam yang diperlukan untuk mencapai Amsterdam. Aku sempat berhenti 30 menit di KL, sebelum melanjutkan perjalanan dengan pesawat yang sama.
Selama di pesawat, rasanya kok hampa ya. Tiba-tiba inget temen-temen di kampus, inget orang tua, inget mas, inget ana aya, yang dulu hilang seperti balik lagi di ingatan. Aku mau pergi jauh banget ya? Aku bakal selamet sampe Jerman ga ya? Aku bakalan balik ga ya? Kok kangen ya. Kadang selintas terpikir. Aku memutuskan nonton film animasi. Tapi tetep aja ga konsen. Setelah cerita-cerita pahit sebelum berangkat selesai, aku kan harusnya senang, tapi kok sebaliknya ya. Biasanya mataku berbinar-binar melihat ke jendela pesawat. Seperti waktu itu. Waktu pertama kali naik pesawat dua tahun lalu. Aku melihat rumah-rumah yang kian mengecil dan awan yang seperti menggantung. Tapi kali ini beda. Mataku redup. Yah, mungkin juga karena ini malam hari dan aku sudah lelah.
Makan di pesawat juga sangat berkesan. Paket makanan halal ga tersedia untuk rute perjalananku ini, sudah berkali-kali aku klik di webnya tapi tidak bisa. Aku udah coba konfirmasi ke traveloka dan ternyata memang tidak ada paket hidangan halal. Jadi, bismillah saja. Makanan yang pertama disuguhkan adalah roti dengan isi kentang dan bumbu kari. Ini snack ya? Porsinya gede banget. Aku cek komposisinya juga aman. Hmm rasanya enak tapi aku ga sanggup ngabisin segitu banyaknya :') Beberapa jam kemudian dan masih kekenyangan, tiba-tiba makan malam datang. Makanannya banyak banget. Ada nasi goreng, ayam goreng, roti, keju, selai, cheese cake,dan beberapa yang ga tau namanya. Maasyaa Allah. Aku nyicip nasi goreng (tapi kayak ga ada minyaknya gitu). Ga pedes, malah kecut tapi ternyata aku doyan. Aku memutuskan makan roti dan keju juga. Terus beberapa jam berikutnya sarapan datang. Yah, emang sudah pagi sih. Tapi kayak barusan makan tadi dan.. masih ngantuk. Ya Allah makanannya banyak banget. Bisa ga sih ini disumbangin aja ke saudara-saudara kita yang kelaparan :' Aku beneran ga sanggup makan berat lagi waktu itu dan cuma nyicip dua sendok kecil yogurt strawberry.
Tiba-tiba ada turbulensi. Pilot mengumumkan pesawat ga bisa landing tepat waktu demi keselamatan semuanya. Aku cuma terus berdoa supaya lancar. Waktu itu naik pesawat seperti naik angkot. Goncangannya mirip. Bedanya cuma di musiknya. Aku pasrah aja dan cuma bisa doa. Lha bisa apa lagi? Nyetir pesawat aku ga bisa. Tiba-tiba keinget sama peristiwa kecelakaan pesawat di tipi-tipi. Kayak apa ya takutnya orang-orang yang ada di dalam pesawat itu? Ketika ajal rasanya di depan mata. Ketika harapan mereka tiba-tiba hilang di langit. Aaah.. ga usah mikir aneh2 deh mbul. Alhamdulillah dan alhamdulillah, akhirnya pesawat yang aku tumpangi mulai stabil. Pesawat pun landing jam 07.00 di Bandara Schiphol, Amsterdam. Pas keluar pesawat :
"Dingin banget ya ternyata".
"Ya ini Eropa"
Sama seperti waktu di bandara soetta dan di bandara KL, pas masuk di bandara Schiphol ini pemeriksaannya ketat banget. Wajar sih ya, kadang ada yang suka nyelundupin narkoba. Tapi alhamdulillah di Schiphol ga harus lepas sepatu kayak di Malaysia. Di Schiphol ini kita harus masukin satu barang ke satu bak kemudian dilewatkan di X-Ray. Waktu itu petugas yang meriksa barangnya sempet nanya ke aku.
"You are from Indonesia?"
"Yes"
Mulai deh dia ngomong-ngomong yang kata dia "bahasa Indonesia'' tapi aku ga ngerti.Aku cuma senyum aja.
"You don't know? Slamaat paghiii. Trimaa kasiiih. Majalah bowbow you know?"
Aku tinggal pergi aja :'D
Sayang engkau tak duduk di sampingku kawan
-Ebiet G. Ade
Setelah melewati serangkaian fenomena penuh drama, sampai juga di waktu yang telah ditunggu-tunggu. Aku, yang sama sekali belum pernah ke luar negeri, Malaysia atau Singapura aja belum, pada akhirnya malah akan pergi ke Eropa! Sejarah banget.
Saat itu aku hanya berjalan lurus ke check-in counter dengan menggeret koper besar berisi 19 kg, tas tentengan 12 kg, menggendong ransel 7 kg, dan membawa hati yang beratnya tak terkira. Aku ga mau menoleh ke belakang, barang satu kali pun tidak. Karena di belakangku, yang aku tinggal, ada ribuan kisah yang belum usai, yang akan berlanjut saat aku pulang tahun depan nanti. Kisah yang juga akan menjemputku di bandara kelak, kemudian menghidupkan lagi detik demi detik hidupku yang sesungguhnya -yang kini sedang di-pause-. Terima kasih menjadi langitku, tanah pijakanku, dan mentari yang menghangatkan.
Aku masuk ke pesawat superbesar, yang baru kali itu aku naiki. Frekuensi aku naik pesawat bisa dihitung dengan jari, jadi maklumi saja jika pesawat yang ini aku rasa luar biasa. Aku duduk. Aku lihat sekeliling. Asing. Wajah-wajah non-pribumi. Di depan kursiku ada layar seukuran tablet, terus bicara. Pramugaranya sangat ramah. Rambutnya pirang, bukan orang Indonesia tentunya. Aku hanya berdoa dan berdoa, agar diberi keselamatan selama di pesawat. Semoga Allah meridhoi perjalananku. Semoga Allah memberikan kesempatan kepadaku untuk menginjakkan kaki di belahan bumi-Nya yang lain. Pesawat ini akan terbang ke KL kemudian Amsterdam. Bismillah, pesawat pun take off.
Telingaku seperti kemasukan air. Aku lihat pramugara membagikan headset. Aku lihat juga orang-orang sibuk dengan layar di depannya. Aku juga ambil bagian. Aku memakai headset yang kubawa kemudian mulai memainkan touchscreennya. Ah, seperti tab rupanya. Ada fitur music, movies, games, dll. Film-filmnya cukup banyak dan ada subtitlenya. Yah, 14 jam perjalanan memang cukup untuk menonton tujuh film. Di layar ini pun ada peta, seperti GPS, bisa tau posisi pesawatku di mana dan berapa jam yang diperlukan untuk mencapai Amsterdam. Aku sempat berhenti 30 menit di KL, sebelum melanjutkan perjalanan dengan pesawat yang sama.
Selama di pesawat, rasanya kok hampa ya. Tiba-tiba inget temen-temen di kampus, inget orang tua, inget mas, inget ana aya, yang dulu hilang seperti balik lagi di ingatan. Aku mau pergi jauh banget ya? Aku bakal selamet sampe Jerman ga ya? Aku bakalan balik ga ya? Kok kangen ya. Kadang selintas terpikir. Aku memutuskan nonton film animasi. Tapi tetep aja ga konsen. Setelah cerita-cerita pahit sebelum berangkat selesai, aku kan harusnya senang, tapi kok sebaliknya ya. Biasanya mataku berbinar-binar melihat ke jendela pesawat. Seperti waktu itu. Waktu pertama kali naik pesawat dua tahun lalu. Aku melihat rumah-rumah yang kian mengecil dan awan yang seperti menggantung. Tapi kali ini beda. Mataku redup. Yah, mungkin juga karena ini malam hari dan aku sudah lelah.
Makan di pesawat juga sangat berkesan. Paket makanan halal ga tersedia untuk rute perjalananku ini, sudah berkali-kali aku klik di webnya tapi tidak bisa. Aku udah coba konfirmasi ke traveloka dan ternyata memang tidak ada paket hidangan halal. Jadi, bismillah saja. Makanan yang pertama disuguhkan adalah roti dengan isi kentang dan bumbu kari. Ini snack ya? Porsinya gede banget. Aku cek komposisinya juga aman. Hmm rasanya enak tapi aku ga sanggup ngabisin segitu banyaknya :') Beberapa jam kemudian dan masih kekenyangan, tiba-tiba makan malam datang. Makanannya banyak banget. Ada nasi goreng, ayam goreng, roti, keju, selai, cheese cake,dan beberapa yang ga tau namanya. Maasyaa Allah. Aku nyicip nasi goreng (tapi kayak ga ada minyaknya gitu). Ga pedes, malah kecut tapi ternyata aku doyan. Aku memutuskan makan roti dan keju juga. Terus beberapa jam berikutnya sarapan datang. Yah, emang sudah pagi sih. Tapi kayak barusan makan tadi dan.. masih ngantuk. Ya Allah makanannya banyak banget. Bisa ga sih ini disumbangin aja ke saudara-saudara kita yang kelaparan :' Aku beneran ga sanggup makan berat lagi waktu itu dan cuma nyicip dua sendok kecil yogurt strawberry.
Tiba-tiba ada turbulensi. Pilot mengumumkan pesawat ga bisa landing tepat waktu demi keselamatan semuanya. Aku cuma terus berdoa supaya lancar. Waktu itu naik pesawat seperti naik angkot. Goncangannya mirip. Bedanya cuma di musiknya. Aku pasrah aja dan cuma bisa doa. Lha bisa apa lagi? Nyetir pesawat aku ga bisa. Tiba-tiba keinget sama peristiwa kecelakaan pesawat di tipi-tipi. Kayak apa ya takutnya orang-orang yang ada di dalam pesawat itu? Ketika ajal rasanya di depan mata. Ketika harapan mereka tiba-tiba hilang di langit. Aaah.. ga usah mikir aneh2 deh mbul. Alhamdulillah dan alhamdulillah, akhirnya pesawat yang aku tumpangi mulai stabil. Pesawat pun landing jam 07.00 di Bandara Schiphol, Amsterdam. Pas keluar pesawat :
"Dingin banget ya ternyata".
"Ya ini Eropa"
Sama seperti waktu di bandara soetta dan di bandara KL, pas masuk di bandara Schiphol ini pemeriksaannya ketat banget. Wajar sih ya, kadang ada yang suka nyelundupin narkoba. Tapi alhamdulillah di Schiphol ga harus lepas sepatu kayak di Malaysia. Di Schiphol ini kita harus masukin satu barang ke satu bak kemudian dilewatkan di X-Ray. Waktu itu petugas yang meriksa barangnya sempet nanya ke aku.
"You are from Indonesia?"
"Yes"
Mulai deh dia ngomong-ngomong yang kata dia "bahasa Indonesia'' tapi aku ga ngerti.Aku cuma senyum aja.
"You don't know? Slamaat paghiii. Trimaa kasiiih. Majalah bowbow you know?"
Aku tinggal pergi aja :'D
Btw, ada masalah baru lagi. Jadi, karena penerbangan selanjutnya adalah Amsterdam-Berlin dan jadwalnya jam 07.00, dan aku baru sampe jam 07.00 artinya aku ketinggalan pesawat lagi. Aku dialihkan ke penerbangan jam 10. Yaaah nunggu lagi dan lagi. Tapi alhamdulillahnya, di setiap bandara kan ada wifi, jadi aku bisa chatting sama temen-temen dan bisa ngabarin orang tua. Jadi ga bosen deh. Gak lupa juga ngelihat sekeliling dan ngerasa jadi minoritas banget :' Sampai pada akhirnya tibalah saatnya naik pesawat lagi. Amsterdam-Berlin. 50 menit. Tanpa sadar, aku sudah sampai di Berlin. Alhamdulillah, Allah sudah kasih kesempatan ini. Alhamdulillah untuk semua pelajaran yang bisa diambil. Alhamdulillah juga bisa sampai dengan sehat dan selamat. Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan :)
سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
Sumber : https://rumaysho.com/639-yakinlah-di-balik-kesulitan-ada-kemudahan-yang-begitu-dekat.html
Sumber : https://rumaysho.com/639-yakinlah-di-balik-kesulitan-ada-kemudahan-yang-begitu-dekat.html
“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath Tholaq: 7)
Sumber : https://rumaysho.com/639-yakinlah-di-balik-kesulitan-ada-kemudahan-yang-begitu-dekat.html
Komentar