Rasa kehilangan tidak pernah tercipta saat ia masih memiliki. Sama seperti alpanya kita atas kesangaran neraka saat belum mati, belum mengalami. Kita masih hidup semena-mena di dunia fana ini, berjalan dengan congkak kesana kemari. Toh belum mati, belum pasti juga masuk neraka. Sedangkan disebutkan bahwa orang-orang yang telah mencicipi neraka kelak akan berjibaku dengan penyesalan, minta dihidupkan kembali. Jadi, belum merasakan "sesuatu yang dianggap negatif" ternyata membuat kita masih tenang-tenang saja.
Bahaya, belum ada "rasa kehilangan" ini membuat kita biasa aja. Artinya kita menganggap sesuatu itu memang seharusnya ada, tanpa memikirkan siapa yang memberi dan kenapa kita punya lalu bagaimana kalo kita tidak punya. Misalkan, kita memiliki dua tangan, dua kaki, satu hidung dan dua telinga. Setiap waktu ya memang seperti itu. Terus kenapa? Berbeda dengan orang yang sejak lahir tidak punya tangan. Ketika suatu hari ia bangun tidur dan tiba-tiba punya tangan, sempurna fisiknya, pasti dia punya perasaan yang berbeda. Ya, sangat bersyukur.
Hari ini aku belajar banyak. Aku merasa terlena saat seseorang selalu di sampingku, mendukung, menghibur, tanpa ada sedikitpun niat meninggalkanku. Aku merasa kurang mensyukuri simbiosis ini, padahal itulah membuatku kuat, membuatku semakin baik dan tenang menjalani hidup. Aku tidak pernah berpikir bagaimana jadinya aku jika ia tiba-tiba hilang. Maka saat kerikil datang, aku mulai goyang. Lisanku kemudian menghujamnya. Mudah sekali mencoba mengusirnya jauh dari hidupku. Aku merasa bisa kuat walaupun sendiri tak bersamanya. Luapan emosi seperti air bah. Saat itu rasa syukurku sembungi di balik keberadaannya. Aku masih tenang karena belum merasakan hidup tanpa dia. Padahal jika itu terjadi, mungkin itulah yang menenggelamkanku dalam lautan penyesalan.
Tentu aku tak mau semua jadi nyata. Aku ingat-ingat lagi bagaimana senyumnya, bagaimana lembut dan sabarnya ia memperlakukanku. Pun saat aku mengusahakan sesuatu, dukungannya selalu menjadi tiang di antara kelunglaianku, saat aku tanpa sadar membahayakan diriku sendiri, dengan tegas dia menjagaku. Aku tersadar. Aku tak mau kehilangan dia. Aku bersyukur atas kebersamaan ini. Aku juga bersyukur aku telah tersadar dengan cepat sebelum semua terlambat. Aku akan menjaganya, persis seperti dia menjagaku selalu bersamanya. Aku akan merawat pemberian-Nya ini yang memang aku yakin diciptakan untukku. Kini aku selalu berusaha, kemarin itu adalah terakhir kali membela emosi. Karena yang benar-benar aku inginkan ternyata hanya sederhana : tertawa bersamanya, sejak pagi membuka mata hingga malam semakin redup. Aku tahu benar, resiko memiliki adalah kehilangan. Suatu saat nanti aku akan kehilangannya atau mungkin dia kehilanganku (dan yang terbaik adalah kami hilang bersama-sama). Namun, kehilangan itu akan aku iringi pula dengan perasaan bersyukur karena kami saling memiliki dan akan terus begitu.
Pic source:
http://pinsoflight.net/wp-content/uploads/2016/09/540_293_resize_20130501_c11c2bd27e994992555c79600258b111_jpg.jpg
Pic source:
http://pinsoflight.net/wp-content/uploads/2016/09/540_293_resize_20130501_c11c2bd27e994992555c79600258b111_jpg.jpg
Komentar