"Ma, mamak kangen banget sama ucay. Tiap liat kamar, liat teras, inget ucay jalan-jalan di sini."
Mungkin hampir setiap pembicaraan kami di telepon selalu terbesit ungkapan itu. Bagaimana tidak, usia 5 bulan di kandungan hingga usia lahir 1 tahun, mamak dan ucay tak terpisahkan. Tapi akhirnya semua jadi berbeda. Hampir satu bulan sudah, aku dan anakku harus pergi untuk tinggal dengan suamiku. Sebagaimana seharusnya.
Mungkin mamak tidak tahu, bukan hanya mamak yang rindu kebersamaan kita. Canda tawa, keluarga yang lengkap, bukan hanya jadi gurauan semata. Kini aku di sini pun sering nelangsa. Aku juga rindu bisa merebahkan diri barang satu dua jam di siang hari. Kebebasanku pergi ke kamar kecil juga sudah terenggut. Bahkan sekarang aku tidak bisa mandi keramas berlama-lama seperti dulu lagi. Tak ada lagi yang bisa ku bilangi, "Titip Ucay ya" dan menerimanya dengan senang hati, bahkan seringkali tanpa diminta.
Malam ini terasa lebih panjang. Suamiku pergi dinas ke luar kota. Entah mengapa hari ini Kautsar tidak mau tidur siang. Sedari pagi hingga sore, dia terus bermain. Dia sempat tidur dua-tiga kali, tapi hanya bertahan beberapa menit, sebelum akhirnya bangun dan menangis menjerit-jerit. Siang ini seperti tak ada jeda untukku.
Jam 1 malam, Kautsar beraksi lagi. Saat aku ingin ke kamar mandi, dia juga ikut bangun. Aku harus rela mendengar teriakannya. Kugendong dia, kuletakkan di depan pintu kamar mandi. Dia terus menangis memecah keheningan malam. Maaf ya nak, sudah berjam-jam mama menahan diri. Sudah saatnya mama ke kamar mandi. Tak sampai satu menit, aku sudah keluar dan menggendongnya masuk ke kamar. Kami bermain sebentar di atas kasur, kuganti popoknya. Tiba-tiba, dia menarik bajuku, ingin bermain di luar kamar.
Aku merasa lelah. Tak kuturuti permintaannya. Kuberikan beberapa mainan yg ada di kamar. Tapi dia tak mau mendengar. Dia malah menangis dengan kencang. Hampir 1 menit dia menangis histeris. Aku semakin bingung. Di satu sisi, aku tak tahan dengan tangisannya. Di sisi lain, aku tidak mau menangis jadi senjata pamungkasnya untuk mendapatkan sesuatu. Tapi pertahananku runtuh juga. Dengan gontai dan rambut acak-cakan, kugendong anakku yang masih menangis, keluar kamar. Aku ambil gelas Kautsar dan mengisinya dengan air galon tapi kemudian tergelincir dan airnya pun tumpah ruah. Saat itu perasaan hatiku bergemuruh. Aku harus sabar menghadapi anak tantrum dengan kondisi yang tidak fit. Belum lagi dengan menginjak lantai yang lengket, rumah berantakan dan deadline tugas yang tidak selesai.
Hancur-hancur aku berkeping-keping. Inginku merasakan kisah bulan lalu. Tiap Kautsar bangun, jam berapa pun, selalu ada mbah uti dan mbah akungnya yang siap sedia. Saat tengah malam, mbahpun (salah satu atau keduanya) tak keberatan bermain dan menggendong anakku hingga akhirnya tertidur.
Kini, kulakukan semuanya sendiri. Beruntungnya, Kautsar sungguh anak yang baik. Dia seringkali tidur lebih awal, makan dengan lahap dan selalu sehat. Aku juga punya suami yang selalu mendukungku. Maka,saat anakku tidur, aku harus rehat sejenak untuk jadi lebih kuat. Kemudian menyadari bahwa menjadi orang tua berarti siap berlelah-lelah untuk mengurus anaknya juga mendoakannya :)
Komentar