Menulis di blog serasa lebih menyenangkan dibandingkan mengisi kertas kosong di laptopku dengan untaian kalimat penuh sitasi. Di blog inilah semua sudut pandangku tak perlu merujuk referensi. Teriakan kata penuh makna berasal dari hati. Tapi bukankah manusia itu adalah makhluk yang penuh dilema? Senang dan sedih kita sendiri yang membikinnya drama. Sudahlah, malam ini biarkan aku mengadu. Mengukir cerita yang bisa dibaca anak-anakku.
Hari ini 22 Desember. Hari ibu. Media sosial penuh dengan tulisan dan ucapan sedari fajar hinga senja. Sebagian ada pro dan kontra. Sang pro akan mengucapkan kata-kata indah di bawah foto sang ibunda. Kaum kontra akan menekankan dua hal : "setiap hari adalah hari ibu" dan "jangan mengucapkan di medsos saja". Entahlah, mau pro atau kontra, sebenarnya mereka sama-sama meramaikannya :)
Tapi aku tidak fokus ke netizen. Itu urusan mereka. Aku fokus ke ibundaku yang mulai menua. Sebagian manusia pasti mengharapkan sosok ibu yang cantik baik hati bak ibu peri taman surga. Tapi tak semua orang beruntung mendapatkannya. Sebagian yang lain merasa cukup dan bersyukur memiliki ibu yang sekarang sebagai karunia. Mungkin akulah yang kedua.
Dari kacamata dunia, mungkin mamaku bukan apa-apa. Bukan pejabat negara. Bukan manusia sempurna. Beliau hanya wanita yang melahirkanku dengan tiba-tiba. Mau mengurusku yang rakus minum susu hingga dewasa. Beliau yang mengajariku menulis dan membaca. Maka, kadang aku tak setuju dengan lirik lagu guru,"tanpamu apa jadinya aku. tak bisa baca tulis". Karena aku sudah bisa baca tulis jauh sebelum bersekolah :) Dari sudut pandangku, dialah segalanya. Banyak kebaikan yang mengalir di darahku. Kegigihannya selalu terukir saat membesarkanku seorang diri sebelum akhirnya aku punya keluarga yang sempurna. Kebaikannya mengiringiku hingga kini aku membina rumah tangga dengan lelaki pilihanku sendiri :)
Setelah menikah, aku mendapatkan ibu baru. Sebenarnya ibu mertua. Tapi di awal kami sudah berjanji bahwa tidak akan ada mertua-menantu. Sekarang yang kupunya adalah mama, bapak, abah, dan ibu. Tak butuh waktu lama untuk bisa dekat menjadi satu. Kelembutannya memberiku kenyamanan yang selalu kurindukan saat jauh. Keikhlasannya membuat bahtera pernikahanku bahagia selalu. Kalimat I love you sudah jadi jargon kami tanpa malu. Ada beberapa saat yang membuat beliaulah orang pertama yang aku hubungi saat ingin mencurahkan isi hati. Aku pernah menelepon beliau di suatu malam yang hujan sambil menangis. Setelahnya aku sudah tertawa-tawa bagai anak kecil yang diberi permen. Mungkin suamiku tidak tahu hehe.
Aku merasa beruntung memiliki dua ibunda yang luar biasa. Semoga keduanya selalu sehat dan bahagia. Menjadi seorang ibu sangatlah mulia. Namun aku tahu, dalam keberjalanannya tentu banyak aral yang menerpa. Inilah PR untukku.
Anak-anakku kelak, semoga kalian pun bangga padaku.
Komentar