Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2018

Ayunan Pedang

Di suatu malam yang dingin, aku dan mas berdiskusi tentang hidup. Suasana tiba-tiba hening tanpa melodi yang biasanya menyertai kelamnya Batu Kajang. Sejenak mas diam, l alu menggenggam jemari tanganku erat dan berkata : "Mas mau dek ima tetap menulis, dengan positif, lebih banyak sharing yang baik-baik. Mungkin ada orang yang termotivasi dengan tulisan dek ima." "Beberapa orang memiliki kesempatan mengayunkan pedang yang tidak dimiliki orang lain. Maka hendaknya mereka lebih bijak ke mana akan mengarahkan pedangnya", lanjutnya. Aku pun merenung dan berpikir. Khususnya kalimat-kalimatnya yang terakhir. Benar juga ya. Apapun peran dan kesempatan yang kita punya, lisan yang tiap hari bicara, hati yang merasa, sikap yang bisa ditata serta tulisan kita di pasar-pasar maya, sebaiknya "diayunkan" dengan sepatutnya dan membawa dampak baik bagi diri sendiri, orang-orang dan ekosistem sekitarnya. Kita bertanggung jawab atas apa yang bisa kita lakukan. Y...

Boncengan Pertama Kali

Dari SD sampai lulus kuliah dan bekerja, aku belum pernah dibonceng oleh teman laki-laki (kecuali tukang ojek atau saudara meski non mahram). Entah kenapa ya tidak pernah. Padahal aku lebih suka dibonceng daripada naik motor sendiri hehe. Aku juga bukan perempuan yang super alim dan sholihah (semoga bisa sholihah aamiin). Biasa aja. Cuma aku memang jarang main dengan laki-laki. Kalaupun pernah, pasti ada perempuannya juga dan aku bisa boncengan sama yang perempuan. Dulu aku memang agak-agak kurang suka dengan boys haha. Sebagian yang aku kenal itu jarang berkontribusi banyak pas tugas kelompok. Belum lagi kalo ada yang emosian atau ganjen huhuhu. Dulu lho..dulu. Sekarang sih ya we need them, sometimes. Selama sekolah, pasti ada momen-momen di mana aku bingung, boncengan gak ya, gitu. Sebagian orang mengganggap boncengan itu biasa aja, tapi karena aku belum pernah jadi agak canggung memulainya. Waktu itu aku kelas 2 SMP, atau kelas 3 ya, aku lupa. SMP adalah momen-momen kita ud...

Give Away

Senang rasanya lihat teman-teman yang selalu jadi pemenang give away. Bermodalkan kuota, jari, dan mention sana-sini bisa mendapatkan barang favorit dengan gratis. Seruuuu. Aku juga mauuu. Sebenarnya sudah beberapa kali aku ikut juga. Yang terakhir adalah give away internasional berhadiah buku karangan Carl Sagan *_*. Carl Sagan! Si ilmuwan astrofisika yang quotes nya sungguh menyentuh kalbuku. Aku pun berusaha sebisaku. 'Ku mention teman-temanku, nyepam, dan me-like semua foto di akun penyelenggaranya. Namun, tetap saja aku belum beruntung. Mungkin hal-hal macam itu memang bukan keahlianku. Aku kurang totalitas. Selain itu, masalahnya adalah akunku di-privat. Kebanyakan pemberi give away meminta akun pesertanya tidak dikunci, jadi bisa dicek postingannya. Aku belum berniat membuka akun karena masih ingin "women only". Aku pun curhat ke si diary. "Mas, ima mau ikut give away, soalnya bla bla bla bla...." "Hadiahnya apa sih dek? Dek ima pengen barangny...

Buku Manusia

Manusia adalah buku kehidupan yang mengembara dalam takdirnya. Di dalamnya banyak memorabilia yang terajut di denyut waktu. Di halaman demi halaman ada babad yang tersurat, ada amsal yang memberi berkat, ada kisah yang tak bisa diralat. Satu plot dapat mengoyak kisahnya. Berwindu bahkan satu detik pun bisa membuat dunianya berbeda. Namun, satu ikatan dengan tokoh lainnya bisa membuat perbedaannya nyata.  Jika orang-orang adalah buku maka pasti ada satu yang paling koyak. Dialah yang paling sering kau baca, yang kau bawa kala fajar dan temaram senja. Dia yang paling setia, menemanimu tanpa putus asa. Dia yang paling seru, tanpa jemu, dan ragu. Aku pun punya. Setiap hari aku buka, tapi tak selalu paham. Sungguh sayang, membacanya bukan bakatku. Mempelajari hal yang baru tak semudah main gundu. Namun, tentu akan terus kulakukan. Alasannya tak ada, cuma karena aku mau dan rela. Dunia adalah sajak tanpa rima. Bersamanya aku jadi punya renjana dan malam pun terasa biru udara. Ah, ka...

Bekal Makan Siang

Setiap hari aku membawakan bekal makan siang untuk pak suami. Setiap sore juga aku lihat kotak bekalnya kosong dan sudah dicuci. "Habis", katanya. Aku tidak apa-apa mas jajan dan makan di kantin kantor, tapi membawakannya bekal membuatku lebih tenang. Alasannya karena makanannya jelas. Selain itu, kubedakan menunya setiap hari. Itu saja. Aku belum pernah melihat mas makan bekal dariku. Tapi siang ini, kami video call. Mas sedang istirahat dan makan bekal dariku berwadahkan tupperware merah. Entah kenapa ya hati ini terharu. Terharunya kenapa ya. Aku juga tidak tahu. Aku cuma melihatnya duduk bersila lalu menyuapkan makanan ke mulutnya. Lahapnya dia malah membuatku berkecamuk. Semua orang tahu aku bukan jago masak. Bisa, tapi baru belajar awal-awal. Jika keahlian memasak ada 5 level. Mungkin aku baru di level "muqodimah". Alhamdulillah alladzi bi ni’matihi tatimmus shalihat. Selama ini, mas tidak pernah protes aku bawakan bekal. Selama ini mas tidak pernah kom...