Suatu malam, suamiku memberi uang yang lebih banyak dari biasanya. Alhamdulillah. Rejeki yang tidak disangka-sangka. Sepertinya malam itu adalah saat bulan purnama ke-sembilan. Wajahku jadi cerah dan sumringah. Langsung terbayang di benakku mau ‘kuapakan pemberiannya ini. Yang terlintas pertama kali tentu saja mengisi pundi-pundi rekening kami yang kembang kempis. Kadang penuh hingga mau tumpah, kadang pula dirogoh-rogoh dalam untuk mencari isinya. Tentu saja seringnya yang pertama. Aamiin yaa Robbal ‘alamiin.
Yang kedua, ingin sekali aku menambah koleksi baju batik dari tempat langgananku. Setiap lewat sana, mataku otomatis melirik koleksi terbaru mereka. Jika ada yang bagus, tak serta merta langsung aku beli. Aku selalu menunggu momen yang tepat. Misalnya saat sedang galau gundah gulana, saat suamiku rajin belanja, atau saat rasanya bajuku itu-itu saja. Mungkin karena sekarang punya uang lebih, aku jadi merasa bajuku terlalu sedikit. Maka, secara retoris aku minta izin pada suamiku untuk membeli tunik batik dan tentu saja boleh. Seingatku jika memang suamiku mampu, belum pernah sekalipun permintaanku ditolak. Bahkan seringkali aku ditawarkan lebih dari yang aku inginkan, sehingga akhirnya aku punya sesuatu yang "besar" dan berujung pada overthinking -karena tak merasa pantas memilikinya-. Antara “ingin hidup hemat ala frugal living” versus “ayolah hidup cuma satu kali”. Tapi untuk kali ini sudah kuputuskan bahwa besok aku akan membeli baju baru.
Besoknya, sepulang dari kampus, aku segera ke Mal Lembuswana. Mungkin lebih mirip pusat pertokoan. Aku masuk dengan congkak karena niatku lebih dari lihat-lihat saja. Tiga empat tempat aku masuki, tak ada yang menarik perhatianku. Aku gagah berani membalas sapaan para pramuniaga yang menawarkan dagangannya. Sampai akhirnya aku tiba di tempat langgananku. Sebuah stand kecil di tengah mal lantai bawah. Sebuah toko yang eksklusif, yang bahkan aku yakin Dian Sastro tak pernah membeli di situ. Aku mulai memilih-milih tanpa menanyakan harganya. Dan akupun menambatkan hatiku pada satu baju dan satu kerudung. Sungguh sangat puas di hati.
Tak sampai di situ, aku pergi ke lantai atas. Sebuah toko yang terkenal. Mungkin akan banyak baju anak-anak seusia Ucay yang aku suka. Ternyata benar. Banyak sekali pakaian anak terusun tinggi disertai tulisan beli 2 gratis 1, beli satu diskon 20%. Sungguh jampi-jampi yang sakti mandraguna bagi ibu muda anak satu ini. Otakku seperti terhipnotis dan tanpa disuruh aku sudah memikirkan akan mengambil pakaian sejumlah kelipatan tiga. Karena 2 1 adalah 2. Aku mulai men-scanning range harganya sebentar. Saat itu rasa jumawa ku muncul lagi dan mulai memilih. Sungguh semua model terasa bagus, tapi aku harus menetapkan pilihan. Kemudian aku langsung saja membayar di kasir tanpa menghitung-hitung dulu sebelumnya.
Meski tak bisa membeli seisi toko, rasanya saat itu aku pulang sebagai orang terkaya di dunia. Aku yakin bahwa tidak semua orang dititipkan rezeki melimpah, tapi semua orang bebas merasa kaya. Untuk tujuan yang mulia.
Komentar