Akhir-akhir ini aku sering tertawa kecil dengan tingkah mas. Ada perasaan senang, heran, terharu, juga tergelitik melihat suamiku mulai belajar memasak. Bagaimana tidak? Sejak menikah empat tahun yang lalu, aku tahu mas paling "pilih-pilih" pekerjaan rumah tangga. Bukannya tidak mau, tapi kalau bisa tidak dikerjakan, dia lebih memilih tidak. Apakah semua beban itu aku yang mengerjakan? Tidak juga. Sedari dulu mas lebih memilih laundry dan makan di luar. Lagian hanya tinggal seorang diri. Maklum lah kami pejuang LDR beda pulau. Jadi sejak menikah, aku pun jarang mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Hanya saat kami bertemu, aku sesekali memasak, bersih-bersih dan menyetrika baju mas. Itupun tidak wajib. Mas tidak pernah mengharuskanku mengerjakan pekerjaan harian seperti itu. "Yang penting jaga hati mas aja" wkwk. Segala kerjaan kan bisa diwakilkan. Asiiik. Waktu itu aku berpikir, enak ya nikah kayak gini. Kayak masih pacaran. Aku sudah jadi istri, tapi masih jadi anak kos, masih jadi mahasiswa. Bisa main sama temen-temen. Mas juga bebas nongki sama temennya. Kami tinggal sendiri tanpa orang tua dan mertua. Kalau pas ketemu mas, entah di kos atau ikut mas dinas, aku jalan-jalan sama mas bahkan sampe tengah malem. Ngedate terus setelah menikah. Masya Allah hehe.
Namun, setelah aku lulus kuliah dan hamil. Semua berubah. Sebenarnya bukan berubah tapi hanya kembali ke fitrah yang harusnya sedari dulu terjadi. Mas tiba-tiba ditugaskan ke luar kota dan kami pun tinggal berdua di rumah dinas yang bagus. Sungguh di luar ekspektasi dan kebetulan juga di cluster yang wah. Aku pun mulai unjuk gigi jadi istri betulan. Aku rajin memasak dan bebersih rumah. Awalnya aku bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga yang memang tidak terlalu banyak. Tinggal cuma berdua dengan orang yang "selow" apa sih yang dikerjakan. Tapi karena morning, afternoon, and night sickness melanda, hampir semua pekerjaan, mas yang menghandle. Sampai akhirnya aku cukup kuat untuk sekadar cuci piring, dan angkat lipat jemuran. Selebihnya, tetap mas yang menyelesaikan.
Saat kehamilanku mencapai 5 bulan, kami jadi pasangan LDR lagi. Beda pulau. Lebih jauh. Karena aku tinggal di rumah orang tuaku. Namun hari demi hari, banyak hal positif yang kulihat dari diri suamiku. Dengan peran baru sebagai seorang ayah, kulihat mas mulai lebih rajin, lebih islami, lebih pengertian, dan banyak lebih lain yang ternyata aku dambakan tapi tak pernah terpikirkan. Dan yang tidak aku duga adalah mas belajar memasak.
Hampir setiap hari mas mengirim foto masakannya. Aku tersenyum karena chef baru telah muncul di hadapanku. Mungkin jika diadu, aku akan kalah telak. Kulihat menu dan variasi masakan mas penuh imajinasi yang dimbangi dengan kelezatan yang melekat erat di hati. Padahal dulu "boro-boro" hyung. Mengupas bawang dan pegang pisau pun kaku sekali. Karena penasaran, aku pun bertanya.
"Sayang, kenapa sekarang rajin masak?"
"Hmm besok kita berdua bakal repot karena sama-sama kerja, ngurus rumah, ngurus Kautsar. Mas sadar sih, mas yang akan banyak ambil peran. Dek ima gak usah khawatir. Makanya mas belajar life skill, belajar masak. Just want to give you my best".
In the beginning, we can choose a person with love. But love have to be taken care of. If you choose a lover-learner as a husband. He will learn the situation and adapt fast.
Salah satu yang membuat langgeng pernikahan adalah berusaha memberikan yang terbaik untuk pasangan. Tanpa hitung-hitungan. Tanpa mengharap kembali. Karena kita ada dan saling mendukung dengan peran masing-masing.
Aku di sampingmu. Tak segala rendah. Bukan juga maju di depan. Tanpa sawala siapa paling berpeluh. Di sisimu hatiku teduh. Dunia tanpa aksara sesaat penuh kata. Dulu aku cuma minta yang hatinya lurus. Sekarang aku dapat lebih dari itu.
Aku pun akan menyatu denganmu. Biarkan cinta bertumbuh, mengakar kuat, menjalar, liar dan tak terbendung..
Komentar