Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2021

Menikmati tangisan anakku

Aku hampir selalu memandangi Kautsar saat tidur. Mata, hidung, mulut dan pipi yang kecil terangkum sempurna di wajahnya yang juga kecil. Menggemaskan. Aku menyukai tatapan matanya, juga celotehan dari bibirnya yang seperti tanpa makna. Aku suka melihat senyumnya yang spontan tanpa tujuan. Tapi tangisan Kautsar sangat lantang seperti hendak membelah lautan. Tiap suara itu hadir, kengerian terkadang menyeruak di benakku. Bukan tak suka, aku takut tak bisa membuatnya tenang. Jika aku tahu apa yang dia minta, pasti akan aku kabulkan. Tapi aku tersadar. Tangisnya adalah komunikasi yang utama. Jika orang terdahulu menciptakan kode dan sandi untuk saling mengerti, maka bayi pun menangis untuk dimengerti.  Kautsar boleh menangis sepuasnya. Sebelum dia sembunyikan tangis dari ibunya karena malu. Sebelum air mata jadi olok-olokan simbol kelemahan kaum patriarki saat dia dewasa kelak. Mungkin saat itu, aku bahkan tak tahu kapan dia sedih ataupun kecewa karena dia merasa kuat. Jadi, Kautsar, menan

Kautsar, Nikmat yang Berlimpah

Memasuki usia kandungan 9 bulan, makin banyak pula persiapan yang aku lakukan. Tas melahirkan sudah siap dengan rapi, pakaian bayi sudah bersih dan wangi, tidak lupa juga aku menyiapkan fisik dan mental. Persiapan yang terakhir itu yang sering terlupa. Walau aku merasa sudah menyiapkannya tapi tetap saja, tidak ada yang tahu kan apa yang terjadi di kemudian hari. Mulai 36 minggu, aku semakin giat berolah raga. Banyak temanku yang melahirkan di usia kandungan (uk) 37 hingga 39 minggu. Kebanyakan di uk 38 minggu, karena sudah cukup bulan dan waktunya pas. Aku juga berharap demikian. Untuk itu aku tetap rajin mengikuti prenatal gentle yoga, aquatic yoga, berjemur setiap lagi, squat dan olah raga ringan lainnya. Seminggu berlalu, belum ada tanda-tanda melahirkan. Tak apa, masih ada beberapa minggu ke depan, toh HPL ku juga masih lama. 37 minggu pun terlewati sedikit demi sedikit, alhamdulillah posisi bayiku sudah mulai optimal untuk melahirkan normal. Makin gencar aku berolah raga, membaca

Kautsar, Kenikmatan yang Cemerlang

Hampir empat jam aku berada di ruang transit. Infus dan kateter masih terpasang dengan baik di tubuhku. Tidak lama, dua orang berpakaian hijau menghampiriku. "Mbak husna ya? Oh ini yang terakhir". Rasa gugup kembali menyeruak seperti menit-menit yang lalu tapi kali ini lebih kuat. Bagaimana tidak. Dari ruang transit ini, aku melihat para wanita hamil keluar masuk dengan tipikal yang sama. Masuk ke ruangan yang terang dengan berjalan tertatih-tatih, lalu keluar setengah sadar dengan dipan beroda. Ya Allah dan kali ini giliranku.  Aku masuk ke ruangan itu, yang tak akan aku lupakan. Aku diminta untuk naik ke sebuah ranjang. Lengan kiriku dihubungkan ke tensi meter, jari telunjuk tangan kananku dijepit dengan sebuah alat. Mungkin untuk mendeteksi sesuatu, aku tidak paham. Lalu suster menyuruhku duduk dan menyuntikkan sesuatu di tulang belakangku. Jarum suntiknya terasa besar dan kuat. Setelah percobaan ketiga barulah obat bius itu berhasil masuk ke tubuhku. Suster itu bilang na