Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2017

Membahagiakan Diri

Quotes yang sering aku lihat di media sosial banyak yang mengarah pada pressure ke diri sendiri. Kerja keras Keluar dari zona nyaman See you on top Kowe kudu bakoh! Manusia memang perlu untuk disemangati. Kemampuan yang dikeluarkan seringkali tidak sebanding dengan modal kekuatan yang dimiliki. Kita sebenarnya mampu menyelesaikan sesuatu lebih dari yang kita pikirkan, dan memang kadang kita butuh di"push" untuk bisa berhasil. Kita perlu melakukan pengorbanan, daya dan usaha yang besar. Tapi guys, kita malah sering lupa sesuatu yang penting : membahagiakan diri itu penting lho!. Menurut KKBI bahagia artinya : keadaan atau perasaan senang dan tenteram ( bebas dari segala yang menyusahkan).   Diri kita perlu untuk diberi perasaan senang, berhak untuk tenteram dan tenang dalam menjalani hidup yang tidak susah. Secara fundamental, tidak ada manusia yang dapat 100% demikian, artinya tidak ada manusia yang secara kaffah hidup bahagia.  Lalu bagaimana?  Se

Ada

Syahdan, ada s eorang laki-laki muda. Rambutnya hitam , panjangnya se ja jar dengan telinga. Warna k ulitnya seperti madu. Perangainya pun tak kalah manis dari ma du. Terkenal lah dia dengan julukan Lelaki Madu. Lelaki Madu ini mempunyai seorang keka sih. Jauh di sana. Jarang bertemu. Hanya mimpi dan doa yang mempersatukan dua insan yang sakit cinta ini. Tapi romantisme yang paling akbar bukan k ah saat mereka tidak betemu namun cintanya tetap sama bahkan selalu bertambah ? Le laki madu itu terus berjuang untuk hidup . Ia menimbun rindu demi rindu, hingga suatu ketika rindunya akan meledak. "Kantung rinduku telah penuh, aku tak sanggup lagi. Aku harus bertemu dengannya" batin si lelaki. Serta merta ia pergi menuju obatnya . Tanpa kabar, ia berjalan dan berjalan, hingga sampai di perlabuhan asanya. Dia berhenti, di tengah hari, di depan rumah cintanya. Dia masuk pintu pagar, kemudian duduk. Senyumnya mengembang di kursi teras. Sebentar lagi, hatinya akan penuh, dan m

Terakhir Kali (Refleksi diri sebelum kehilangan)

  Rasa kehilangan tidak pernah tercipta saat ia masih memiliki. Sama seperti alpanya kita atas kesangaran neraka saat belum mati, belum mengalami. Kita masih hidup semena-mena di dunia fana ini, berjalan dengan congkak kesana kemari. Toh belum mati, belum pasti juga masuk neraka. Sedangkan disebutkan bahwa orang-orang yang telah mencicipi neraka kelak akan b erjibaku dengan penyesalan, minta dihidupkan kembali. Jadi, belum merasakan "sesuatu yang dianggap negatif" ternyata membuat kita  masih tenang-tenang saja. Bahaya, belum ada "rasa kehilangan" ini membuat kita biasa aja. A rtinya kita menganggap sesuatu itu memang seharusnya ada, tanpa memikirkan siapa yang memberi dan kenapa kita punya lalu bagaimana kalo kita tidak punya. Misalkan, kita memiliki dua tangan, dua kaki, satu hidung dan dua telinga. Setiap waktu ya memang seperti itu. Terus kenapa? Berbeda dengan orang yang sejak lahir tidak punya tangan. Ketika suatu hari ia bangun tidur dan tiba-tiba pun