Itu dulu...
Teriakanku kini jadi debu..
Hilang di antara kotak-kotak susu warna kuning yang tiap akhir bulan selalu kupandangi...
Keraguan merupakan fitrah manusia. Aku manusia yang berhak ragu. Dengan segala hal yang kumiliki, yang bisa jadi ribuan orang di luar sana inginkan, kebimbangan untuk melepas semua selalu merayu seperti setan, merasuk sampai ke urat nadi. Suara kesahku bahkan terdengar sampai ke jantung, membuat iramanya jadi tak karuan. Satu pertanyaan yang jadi retorika adalah : Apakah aku kurang bersyukur sehingga aku lari? Pertanyaan lain yang tak kalah menggoda untuk direnungkan adalah : Apakah aku kurang berusaha?
Itu saja yang menjadi hantu di pikiran.
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu tak perlu dijawab. Semuanya ada di sini (menunjuk hati). Aku adalah (harusnya) yang paling tahu siapa aku. Aku adalah yang paling mengerti apa yang aku mau dan benar-benar aku inginkan. Dari hari-hari yang yang telah lewat, cuma seperti badai. Bangun tidurku tak pernah ceria. Saat membuka mata, otak ini langsung mengatur siasat bagaimana cara membalas semua makian dengan rayuan, mengubah semua keraguan jadi pesanan berkarton-karton susu. Aku bukan pejuang untuk itu. Bukan itu yang harus ku inginkan. Seorang ambivert cenderung introvert, seperti aku rasanya bukan menempuh jalan itu untuk bahagia. Aku mau keluar jalur. Aku akan beristirahat untuk mengambil ancang-ancang terus berlari. Aku menyerah bukan kalah dan pasrah. Aku berhenti sejenak untuk memutar arah agar bisa mencapai mimpi yang lain.
Bismillahirrahmanirrahim..
Aku mengirim surat elektronik bertanda tangan itu ke atasan ku, ke HRD ku, dan yang jelas ke diriku sendiri. Surat ini adalah komitmen awal bahwa aku siap menempuh terjalnya hidupku yang lain, yang akan kuhadapi. Aku siap. Aku harus siap.
Sumber gambar: https://hellosehat.com/wp-content/uploads/2016/09/ThinkstockPhotos-543696008.jpg
Sumber gambar: https://hellosehat.com/wp-content/uploads/2016/09/ThinkstockPhotos-543696008.jpg
Komentar