Aku belum pernah lihat mas menangis. Satu kali pun. Belasan jam aku bersamanya dalam sehari waktu itu. Mas selalu kelihatan kuat. Bahkan jarang sekali curhat ngeluh-ngeluh kayak aku. Kadang aku ingin merasakan jadi tempat kedua untuk mas mengadu. Seperti anak kecil yang dinakalin temannya, lalu lari sambil menangis, mengadu ke ibunya. Kocak memang, tapi rasa memiliki ini begitu besar hingga rasanya ingin jadi yang paling tahu. Meski belum lihat mas menangis, dua kali aku lihat mata mas berkaca-kaca. Yang pertama, hampir setahun yang lalu saat membahas hidup dan mati. Kami sadar, pertemuan ini akan bermuara pada perpisahan. Waktunya entah kapan, tapi pasti datang. Saat itu, kami berdoa agar besok kami "pulang" bersama-sama. Kami berpelukan erat tanpa celah. Kemudian aku melihat wajah mas. Wajahku semakin jelas terpantul di bola mata mas. Mata mas lebih lembab dari biasanya. "Mas nangis?", tanyaku sambil berbisik. "Enggak". Yang kedua, aku lihat di ...
Always look on the bright side of life