Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

Sajak : Pulang

Apa guna aku pergi Jika aku harus kembali lagi Bahagia, senang, cuma ilusi Serotonin dan dopamin diproduksi Rindu cuma semu Bertemu? Temu pun tak banyak membantu Hanya di awal, kemudian beku Dimensi berbeda Apa guna dimensi sama Masalah dimensi saja Waktu dan tempat Peduli pun tak sempat Ini hanya tipuan Permainan pikiran Asa, rindu, dan cinta Rasanya fiktif belaka Tapi aku harus pulang Membiarkannya menang Aku masih manusia yang tahu ini maya Tak bolehkah? Aku memang senang ditipu...

Sajak : Jenuh belajar

Otakku penuh Tapi penuh bosan Aku jenuh Tapi tak beralasan Aku ingin lari Tapi langit mengejar Aku ingin berenang Tapi laut menghindar Aku ingin dunia Tapi nisbi Aku buka buku Ya, harus ku timba ilmu Lalu 'ku kejar langit 'Ku kejar laut Dengan hanya berjalan *H-1 ujian elusidasi struktur senyawa anorganik

Sajak : Jangan

Untukmu yang jauh-jauh datang cari aku Jangan datang Jangan cari aku Aku pun tak cari kau Jangan datang Putar saja waktu Bakar rindumu jadi abu Jangan cari aku Bernapas tanpa kau Tak terbalas asamu Mainkan saja penamu Rajai semua buku Pokoknya jangan cari aku Selalu Note : Maaf aku tak bisa menemuimu, bukan mau memutus silaturrahim, tapi sebaiknya kau buang semua sebelum kau tak bisa membendungnya. Kau kenal aku lebih dari 9 tahun dan kau pasti mengerti :)

Terabithia Kita (Part 2)

Kami bingung apakah harus ke kiri, ke kanan, atau terus ke depan. Aku menghentikan laju motor. Aku ingin bertanya kepada mereka. Aku mendekati mereka dan bertanya jalan menuju Spanyol. Tapi salah satu dari mereka tidak mengerti bahasa yang aku gunakan. Orang itu berbahasa Arab. Aku dan Dhini saling berpandangan. Bingung. Sebenarnya keduanya mirip TKW dari Indonesia. Rambut mereka ikal sebahu, kulitnya sawo matang, hidungnya pun tak semancung Arabian, tapi entah mengapa mereka tidak mengerti bahasa Indonesia. Mungkin sudah terlalu lama di Arab, pikirku. Dhini kemudian mengambil serobek kertas dan menyodorkannya padaku. Aku menuliskan pertanyaanku di situ dengan bahasa Indonesia. Lalu kutunjukkan ke wanita yang satunya. Alhamdulillah sepertinya dia mengerti. Lalu dia berbicara kepada wanita yang satunya lagi (yang pertama kali aku tanya) dengan bahasa Arab, tapi dengan logat bahasa urdu. Wanita itu lalu menunjuk ke depan. Ke arah jalan lurus. Aku dan Dhini tersenyum senang.

Terabithia Kita (Part 1)

*...Aku benar-benar senang berada di sini. Belum pernah sekalipun aku kemari, bahkan hanya sekadar mimpi. Ini pertama kalinya aku ke tempat ini. Sepertinya ini bukan tempat, lebih kepada tempat-tempat yang saling berhubungan satu sama lain. Sebenarnya, aku terkejut dengan apa aku lihat. Aku dan temanku, Dhini, tiba-tiba saja berada pada ujung jalan yang aneh -tapi cukup indah-. Tapi, aneh juga bukanlah kata yang tepat untuk menggambarkan semua ini. Asing mungkin. Aku jadi teringat Terabithia (-dalam film Brigde Terabithia) . Sedikit mirip. Hanya saja jalanan ini sangat panjang dan memiliki banyak belokan ke kiri serta ke kanan. Tempat ini, entah apalah aku menyebutnya, berupa jalan yang sedikit berliku dan naik turun, tapi tidak terjal. Dari kejauhan pun terlihat naik turunnya. Setiap beberapa meter terdapat pesimpangan. Di sepanjang jalan terdapat pohon-pohon yang rimbun. Ada juga rerumputan dan bunga-bungaan perdu warna ungu. Aku juga melihat pohon yang sangat tinggi, namun juga ada