Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2015

(Tidak) Lunglai ke Gambir

Ini hari keduaku di Jakarta. Aku sama ibu ku mau beli baju buat oleh-oleh. Aku lagi ada acara rekrutmen kerja dan kemarin final interview. Aku cuma bisa berdoa buat yang terbaik. Terbaik buat semuanya. Nah, sebelum beli baju, aku ke gambir dulu buat beli tiket. Pas udah beli tiket dan otw beli baju, tiba-tiba aku dikabari bahwa aku gak lolos. Rasanya lemes banget. Sebenernya belum jelas sih lolos tidaknya. Tapi aku dibilangin : Terima kasih sudah mengikuti proses seleksi. Maaf tidak semua kami loloskan. Yaudah, udah jelas bahwa aku nggak lolos. Aku sedih sih, soalnya proses rekrutmennya ada beberapa tahapan dan sudah sejauh ini. Mungkin ini bukan rejeki ku jadi ya, aku mencoba ikhlas :) Tapi sorenya aku ditelpon dan dikabari kalau aku lolos. 29/10/2015, 15.34 WIB, secara resmi aku bukan pengangguran hahaha. Semoga lancar sampai ke medical check up dan mulai bekerja ya :) Aku sudah membayangkan aku akan menuju Gambir dengan lunglai karena sia-sia semua yang aku usahakan, tapi Allah berk...

Selat Sunda Kedua

Malam ini, di tengah ayunan laut yang menghantam dinding kapal, aku dan mimpiku pergi berlayar. Angin pun ikut mengantar -meski malu-. Kelamnya dunia turut serta. Menggambarkan dunia yang belum jelas warnanya. Indahnya hidup tak terlihat saat gelap, pun ada yang bisa melihat indahnya gelap. Aku tak bisa membedakan dan menyamakan keduanya. Dua malam yang lalu aku pun berlayar, seperti ini, dengan arah yang berbeda. Aku pulang. Semua petualangan-petualangan hebat akan berakhir di rumah. Pendaki everest pun tak mau terus di puncak. Penyelam hebat harus kembali ke permukaan. Tapi mereka bisa pergi lagi. Kapanpun. Saat dopamin dan adrenalin terpacu, mereka bisa melaju, menerobos tingginya gaya potensial yang membuat diam dalam nyaman. Tapi lagi, mereka harus kembali, kesuksesan dihitung saat mereka pergi kemudian bisa pulang. Jadi, kumulai lagi rajutan mimpiku dari rumah, menuju selat sunda, kemudian tak berarah. Aku tak tahu dimana perjalanan ini akan berakhir (meski ku tahu kemana harus k...

Kertas Kosong

  Tidak terlihat bukan berarti tidak ada . Kalimat ini kuperoleh dari sahabatku. Kalimat ini pula yang mendasariku memberi seseorang sebuah kertas kosong. Kartu ucapan yang seharusnya ditulisi malah aku biarkan bersih lalu aku bungkus dengan amplop cok la t dan aku selipkan di sebuah buku. Buku itu aku berikan padanya. Aku berharap dia segera tahu keberadaan kertas itu dan mulai mengerti maksudku. Kebodohanku semakin menjadi-jadi. Aku berharap dia tahu semua kata yang ada di kertas itu tanpa aku tuliskan. Aku ingin dia mengerti bahwa kertas itu memiliki banyak makna yang seharusnya dia pahami. Aku ingin dia berpikir bahwa kertas itu sangat sakral dan berharga untuknya. Aku berharap lewat angin dia akan membalasnya. Ah, aku terlalu imajinatif. Imajinasi yang bodoh dan tidak rasional. Absurd. Mana mungkinlah seperti itu ya? Hal yang paling mungkin adalah dia buka buku itu setelah berbulan-bulan kemudian menemukan amplop coklat. Dia pasti berpikir bahwa amplop itu salah alama...